Selasa, 04 September 2018

Puisi "BUNGA EDELWEISS" | Karya Anwari WM Kamandanu



Bunga Edelweiss

Sejengkal detik menjelang tiba
Senja luruh di perbukitan limang
Sulaeman duduk menghadap utara
Menatap bukit hamparan Edelweiss

Sepuak Burung Nuri terbang
Menjelajahi pucuk puncak Edelweiss
Seekor Burung Nuri runduk
Menatap aorta kelu Sulaeman

Angin berpusar meluai jenjang
Merapal harapan beriak kecemasan
Seekor Nuri terengkuh makna
Segala menyegala puspa jiwa

Sang Nuri lalu berucap:
“Wahai Engkau, Nabi Sulaeman
Kami, Burung Nuri, saksi
Bahwa bersama Ratu Bilqis
Bertahun-tahun lamanya
Menjelang semburat senja tiba
Menuntaskan segenap tunas takdir
Elok purnama keindahan sukma
Engkau menatap hamparan Edelweiss”

Terdekap jiwa terlarung perih
Hingga langit terpilin lara
Sulaeman tak menjawab apa-apa
Hanya kian menatap, hamparan Edelweiss

Sang Nuri kembali berucap:
“Wahai, Nabi Sulaeman
Kami menangisi kepedihanmu
Ratu Bilqis telah kembali berjalan
Menggapai elok kesempurnaan hayat
Menghiba dendang tembang kasmaran
Di larik purna elegi surgawi
Wahai Engkau, Nabi kekasih Allah
Sendiri kini dirimu terpaku kelu
Meruai tatap hamparan Bunga Edelweiss.”

Senja kian bergulir lempang
Di kedalaman sukma pengelana makna
Sepuak Burung Nuri bertangisan
Merapal duka sendu Sulaeman.

Nabi Sulaeman sebatas mampu menatap
Tongkat berputih ruai sendu
Airmata membasahi jelujur tongkat
Airmata dirinya, . . . . . . untuk Bilqis

(2018)

Anwari WM Kamandanu

Catatan:
Peristiwa yang tertuang ke dalam larik-larik puisi ini terjadi pada 15 Desember 2156 SM, di Tunisia Barat Daya. Ratu Bilqis wafat pada 21 Maret 2154 SM, di Tunisia Barat Daya, dalam usia 385 tahun, 2 bulan, 13 hari. Pada 15 Desember 2156 SM, usia Nabi Sulaeman telah mencapai 406 tahun. Nabi Sulaeman wafat dalam usia 525 tahun, di Damascus, Syiria.