Selasa, 31 Desember 2013

Puisi "ENGKAULAH PUTRI" | Karya Anwari WMK

ENGKAULAH PUTRI

Rinduku menapak pematang sawah
Menggenggam lembut jari-jemarimu
Serta mendengar kembali ceritamu
Tentang putri raja bergaun putih

Bila takdir rela mengulang
Menapaki pematang sawah
Sungguh kukatakan padamu
Bahwa, engkaulah putri raja itu

Engkaulah putri
Abadi dalam puisi-puisi cintaku
Abadi dalam sajak-sajak cintaku
Abadi dalam galaksi jiwaku

(Desember 2013)

ANWARI WMK

Puisi "BURUNG DI RANTING HITAM" | Karya Anwari WMK

BURUNG DI RANTING HITAM

Seekor burung hinggap di ranting hitam
Bersenandung tentang musim
Mengapa datang dan pergi
Seperti siang terusir malam

Sang burung bernyanyi:
“Hidup dan mati sama saja
Sebab diam adalah gerak
Dan gerak adalah diam
Bila batu menjadi permata
Sebab ia diam bersama hidup
Diam bersama mati”

Seekor burung hinggap di ranting hitam
Bersenandung tentang musim
Mengapa datang dan pergi
Seperti siang terusir malam

Sang burung kembali bernyanyi:
“Manusia masih mengira
Hidup adalah lipatan tebal
Bagi setiap kemuliaan berhikmat
Hingga lalu kematian ditolak
Menjadi lawan kehidupan
Padahal, wahai . . . . .
Hidup adalah mati
Mati adalah hidup”

Seekor burung hinggap di ranting hitam
Bersenandung tentang musim
Mengapa datang dan pergi
Seperti siang terusir malam

Oh rindu
Oh cinta
Kalian hidup dalam kematian
Mati dalam kehidupan

(Desember 2013)


ANWARI WMK

Senin, 18 November 2013

Puisi "ANGGUR MAKRIFAT" | Karya Anwari WMK

ANGGUR MAKRIFAT

Setelah engkau minum
Bercawan-cawan anggur makrifat
Maka, satu per satu
Selubung rahasia dirimu terkelupas
Rahasia hanya untuk dirimu
Rahasia hanya terbaca dirimu

Kepada sepotong mega
Di langit biru
Engkau berkata:
"Besok atau lusa
Atau mendatang
Kembali aku bersulang
Anggur makrifat
Terus dan terus bersulang
Hingga menggapai tepian waktu
Tatkala kata-kata
Bertekuk lutut pasrah
Di hadapan keagungan makna"

(2013)

ANWARI WMK

Kamis, 14 November 2013

Puisi "REFORMASI" | Karya Anwari WMK

REFORMASI

Setelah pekik reformasi
Kian terdekap peluk waktu
Ke arah mana negeri ini berlari
Mengapa luka terantuk batu

Sementara di parlemen sana
Kawanan babi tertawa-tawa
Menatap rancap luka
Darah merapal lara

(November 2013)

ANWARI WMK

Puisi "TANAH LUKA" | Karya Anwari WMK

TANAH LUKA

tercabik angin bencana
tanah luka
dan di filipina sana
mayat-mayat berserak
di mana-mana

kearifan purba
telah lama bicara
tentang algoritma
bumi yang semesta
"aku berkawan dengan manusia"
kata bumi yang semesta

tapi, jemawa kuasa manusia
mencecar bumi sebagai lawan
bumi pun gerah
tak kuasa menahan
kecamuk angin bencana

tanah lalu berbilur luka
luka!

dan manusia, kembali
menyeka airmata

(2013)

ANWARI WMK

Puisi "MENANGISLAH" | Karya Anwari WMK

MENANGISLAH

walau hanya di hadapan
sekuntum puisi senja
menangislah engkau
menangislah untuk Karbala
Karbala yang terbentang luas
luas dalam jiwamu
dalam hatimu

(November 2013)

ANWARI WMK

Puisi "TIDURMU" | Karya Anwari WMK

TIDURMU

tidurlah engkau lelap
karena dalam terjaga duniawi
engkau terseok liku jalanan
jalan genangan airmata

lelaplah engkau kala tidur
agar sempurna segala pewahyuan
dalam cerap bening sukma nuranimu
hingga tersuluh kembaramu berdarah

terlelaplah engkau saat tidur
agar segenap balada duniawi
melampah di keteguhan jiwa
perjalanan masih panjang
dari Karbala ke Karbala

(November 2013)

ANWARI WMK

Minggu, 03 November 2013

14 Puisi Ramadhan 2013

14 PUISI RAMADHAN 2013

Pengantar:

Selama Ramadhan 2013, berhasil ditulis 14 puisi. Berikut ini saya himpun puisi-puisi tersebut, dengan harapan semoga bermakna disimak.

Kepada semua pencinta puisi, salam sastra.

(1)
HAI CINTA

Dulu, saat rambutmu
Tertiup angin
Engkau bertanya kepadaku:
"Adakah realitas hidup
Membuatmu bahagia?"

Aku menjawab:
"Saat menatap
Bening wajahmu
Kupetik sekuntum
Bahagia"

Engkau lalu tersenyum
Wajahmu sangat cantik
Dan sejak kala itu
Kupanggil dirimu:
Hai Cinta

Kini aku sendiri
Berdiri di tapal batas
Ramadhan
Kembali mengeja ingatan
Terhadap bening wajahmu
Lalu hatiku berkata
Betapa indah hidupku
Pernah mengenal dirimu

Hai Cinta
Telah kuikhlaskan engkau pergi
Menempuh perjalanan jauh
Sendiri menghadap Ilahi
Aku pun sudah tidak lagi
Meratapi kematiamu

Tapi di tapal batas
Ramadahan ini
Hatiku merintih memanggilmu:
Hai Cinta
Hai Cinta

Usai sembahyang subuh
Hatiku masih memanggilmu
Lalu airmataku tumpah
Tak kuasa kutahan

Hai Cinta
Aku bahagia
Bersamamu
Dulu

Hai Cinta
Aku bahagia
Mengenangmu
Kini

Hai Cinta
Aku bahagia
Merindumu
Di akhirat kelak

Hai Cinta
Seluruh tubuh dan sukmaku
Hari ini
Berubah menjadi
Genangan airmata
Airmata untuk
Ketiadaanmu di sisiku

Hai Cinta
Aku terus memanggilmu
Hingga di tepian
Ambang Ramadhan ini

Hai Cinta
Hai Cinta

(2013)

ANWARI WMK

Catatan:
Untuk seorang kawan lama. Semoga engkau senantiasa sehat kawan, dalam sergahan usia kian menua. Puisi ini kisahmu, kawan. Kisahmu.

(2)
JAGAD SEMESTA CINTA

Kutatap hatiku,
Jagad membentang alam semesta
Kujelajahi hatiku, yang kutemui
Pohon-pohon rerumputan cinta
Batu-batu, gunung gemunung cinta
Angin bertiup senandung cinta
Tanah lumpur tundra cinta
Di segala penjuru mata angin
Tegak berdiri penanda-penanda cinta
Bersama ribuan bunga berkelopak
Cinta

Seekor kupu-kupu, datang dari surga
Hinggap di penaku, lirih berkata-kata:
"Masih belum pahamkah engkau?
Dalam hatimu adalah jagat semesta luas
Segalanya hanyalah sepenuhnya cinta
Dalam hatimu telah lama hadir
Istana dan kerajaan cinta
Mengapa kau cari cinta yang terserak
Di luar hatimu?"

Saat kupu-kupu kembali terbang
Kutatap pena terhuyung menjelang rubuh
Sebab jari-jemariku tergetar menggeletar
Kini penaku gagap, tak mampu
Menorehkan apa-apa
Tak mampu
Tak

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(3)
TELAGA DI BOLA MATAMU

Bila kubaca kembali
Puisi dan sajak cinta ini
Maka deras kenangku menepi
Di tubir telaga biru

Telaga di bola matamu

Gemuruh rindu selalu
Mengantang segenap jiwaku
Ngilu. Kelu. Layu.
Sebab: rindu bola matamu

Memang, sabda-sabda itu
Mentambur bertalu-talu
Menghentak nyenyak ruh bisu
Agar tak retak kesadaran
Tentang kita adalah fana

Tapi,
Aku hidup abadi
Saat berenang
Di telaga biru

Telaga di bola matamu

Ramadhan ini
Kujelajahi kembali
Seluruh tubir telaga
Di bola matamu
Lalu kubiarkan
Hatiku tertinggal
Di sana

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(4)
KOPI PAHIT PEREMPUAN CANTIK

"Bagaimana aku melupa Ramadhan
Bersama kopi pahit terseduh
Di tangan jari-jemari elok
Perempuan cantik beraroma melati
Kini engkau mengajakku
Menegak kopi pahit
Dalam rinai malam Ramadhan
Hanya mengulang memori lampau
Perempuan cantik beraroma melati"

Itu ucapmu dalam narasi penuh getar
Lalu pandangmu menerawang jauh
Dan di sudut matamu meleleh airmata
Untuk perempuan cantik beraroma melati

Katamu lagi:
"Dia kini tenggelam di samudera diri
Bersama buku-buku tertoreh petuah lampau
Nabi, imam dan orang-orang suci
Tapi ia pun menumpahkan airmatanya
Tak kuasa melupa ingatan terhadapku"

Kawan,
Aku tak mampu berkata-kata
Menilik kesejatian cintamu yang segala
Aku hanya saksi untuk jiwamu terpasung
Rindu kopi pahit perempuan cantik
Perempuan beraroma melati

Seandainya aku dirimu
Maka semesta sajak dan puisi cintaku
Kupersembahkan hanya untuknya
Untuk perempuan cantik beraroma melati

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(5)
JALAN TANPA NAMA

Ia masih melangkah, tanpa henti
Antara menurun dan tanjakan
Hamparan-hamparan jalan
Tanpa nama, tanpa penanda

Bila musim kemarau datang, bertiup
Sekujur tubuhnya gerah
Bila musim hujan datang, bertandang
Menggigil tubuhnya, basah kuyup

Dalam satu lekungan masa
Airmatanya tumpah, tanpa bisa dicegah
Menghayati lampau kelam sekuntum rindu
Terperangkap belukar bisu waktu

Musim kemarau lalu nyanyian
Musim hujan lalu senandung
Perapal tetesan-tetesan airmata
Jatuh mendentang di pelataran takdir

Ia masih melangkah, tanpa henti
Di hamparan-hamparan jalan
Tanpa nama, tanpa penanda
Sebab di sana
Tersembunyi gulungan-gulungan makna
Berselimut debu-debu rahasia
Tentang dirinya dan kekasihnya
Mengapa masih masing jauh
Di geografi berlainan

Hingga Ramadhan ini
Ia masih melangkah, tanpa henti
Di hamparan-hamparan jalan
Tanpa nama, tanpa penanda

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(6)
GADIS RAMADHAN

Setiap Ramadhan tiba
Ia tak pernah rela menjauh
Dari Ayahandanya
Bersama tarian takdir kelam
Rinai pedih duka lara

Dialah gadis Ramadhan
Ya, dialah gadis Ramadhan

Saat usianya belum genap
Sebelas tahun
Bunda terkasihnya wafat
Dalam rona samarak Ramadhan

Sejak kala itu
Dari Ramadhan ke Ramadhan
Selalu tersulih senandung nyanyian
Duka lara untuk Sang Bunda

Bila senja segera datang
Ia pun saksi untuk seonggok duka
Ayahanda menatap langit Barat
Mengenang Bunda yang telah wafat

Dengan suara tergetar nestapa
Ayahanda selalu berkata-kata:
"Sungguh Bundamu masih di sini
Bila Ramadhan menggelayut
Di langit senja
Mari sambut dengan senyuman
Agar cinta abadi tanpa koyak fana"

Oh gadis Ramadhan
Betapa engkau saksi
Untuk kesejatian cinta
Cinta yang berpilin-pilin
Menjadi kidung-kidung rindu

Oh gadis Ramadhan
Bakal tiba saatnya
Engkau pun tertitah takdir
Merajut kesejatian cinta
Cinta yang apa adanya

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(7)
HUJAN RAMADHAN

Dari beranda belakang
Sebaris pesan datang
Terbawa air hujan
Dalam dentang Ramadhan

Tersuar segala asa
Buru-buru aku mendulang
Di atas nampan makna
Sekata demi sekata

"Siapa mampu
Mengunyah perih
Jika tak dentang Ramadhan
Bukankah hayat masih jua
Menyulam bilur lebam
Untuk raga yang fana
Untuk darah yang tertumpah
Untuk jasad yang lepuh
Maka, cari kesejatian dirimu
Dalam Ramadhan karim
Hingga seutuhnya paham
Engkau mulia karena luka"

Kutatap hujan,
Basah segala dedaunan
Kian deras
Semakin deras

Untuk sebaris pesan itu
Aku tak punya
Hujjah kata-kata
Tak punya

Tak

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(8)
NARASI PILU SENANDUNG RAMADHAN

Senandung nyanyian pilu di bulan Ramadhan
bertahun-tahun lalu adalah narasi cinta:
"You make me cry".

Seorang gadis takzim mendengar lagu itu
hingga berpuluh tahun kemudian ia masih
mengingat kenang lagu itu
dan bahkan ingat pada sosok lelaki yang dicintai
tapi tak pernah ia miliki di sepanjang hayatnya.

Ramadhan demi Ramadhan
lalu mengukir memori-memori rindu
di lubuk terjauh jiwanya paling dalam
bersama narasi pilu nyanyian:
"You make me cry".

Ohhhh . . . . narasi pilu.
Ohhhh . . . . Ramadhan sendu.
Masih terus begitukah takdir
duka lara cinta?
bermahkota airmata?

Ohhhh . . . .

(Condet, Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(9)
RAHASIA RAMADHAN

Rahasia cinta seorang pujangga
Dalam lipatan takdir nestapa
Bersemayam jauh di lubuk rindu
Jiwa tertancap di langit biru

Rahasia cinta seorang pujangga
Bermahkota keagungan kata
Pelan terkelupas perlahan
Saat Ramadhan kembali datang

Rahasia cinta seorang pujangga
Bersama elegi Ramadhan senja
Dia masih mengenang memorabilia:
"You make me cry"

Rahasia cinta seorang pujangga
Menoreh airmata menjadi kata
Untuk dia yang pernah berucap:
"You make me cry"

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(10)
PESAN RAMADHAN

Saat Ramadhan kembali datang
Engkau berkirim pesan
Lewat dedaunan-dedaunan pohon
Kata-katamu dalam pesan:
"Cinta adalah ruh, bukan jasad
Cinta adalah sukma, bukan raga
Cinta adalah rindu yang berkelebat
Cinta adalah airmata, seelok safir mutiara
Maka, di setiap helaan nafas
Kusempurnakan cinta kepadamu
Terus kusempurnakan. Terus. Terus.
Hingga akhirnya aku fana
Mengapai jejak balada panjang
Menuju alam keabadian
Dan di surga sana, kita bersua
Seperti saat masih remaja"

Pada hamparan Bumi lain
Dalam taman bunga bersemilir sepoi
Aku lalu menatap setiap pohon
Kucerna, sebatang demi sebatang

Saat menapak keluar taman
Dedaunan pohon rampak berkidung:
"Marhaban, ya Ramadhan
Marhaban, ya Ramadhan
Akuilah keagungan cinta
Junjunglah kemuliaan cinta
Hiduplah dalam kebersahajaan cinta
Lebur luluhlah dalam cinta
Marhaban, ya Ramadhan
Marhaban, ya Ramadhan"

Berjalan kian menjauhi taman
Jiwa batinku tergetar
Tergeriap ruang waktu luka
Cinta yang sembilu
Aku lalu kehilangan
Kata-kata

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(11)
RAMADHAN CINTA

Ramadhanku sepi
Bersama puisi-puisi sunyi

Oh Cinta Yang Maha Cinta
Engkaulah permata jiwa
Hingga setiap sepi
Hanyalah raga
Hingga setiap sunyi
Hanyalah fatamorgana

Kini aku bersua
Sepi yang raga
Sunyi yang fatamorgana

Sementara Cinta
Kian bertahta
Menggunungkan jiwa
Melampaui Himalaya
Dan aku pun damai
Dalam dekap keagungan-Mu

Maka, datanglah engkau
Ramadhanku sepi
Bersama puisi-puisi sunyi

Datanglah!
Datanglah!

(Juli 2013)

ANWARI WMK

(12)
SUNGAI TAKDIR

Seperti sungai
yang mengalir
Takdirmu,
takdirku

Antara hulu
dan muara
air terus mengalir
Serupa takdirmu,
takdirku

Bila di hulu
kita saling
bertukar rindu
Maka di muara
kita saling
berbagi airmata

Seperti sungai
yang mengalir
Takdirmu,
takdirku

Dan Ramadhan ini
kita paham
betapa jiwa adalah
sungai-sungai takdir
untuk rindu
dan airmata

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(13)
AKULAH LAUTAN

tak perlu kucari lautan
agar merdeka berenang
di antara perahu
dan sampan

sebab,
akulah lautan itu
lebih samudera dari
segala samudera

kini, takkan kucari lagi
di mana lautan
sebab,
akulah lautan itu

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

(14)
GUNUNG SOYA

Di Gunung Soya itu
Menghangat tubuhku
Dalam rengkuh mesra dekapan
Sayap-sayap langit biru

Riang kawanan burung menukil
Halaman-halaman penghabisan
Narasi-narasi purba
Kitab keabadian

Bila nikmat kini teramat sangat
Merasuki segenap jiwa sepiku
Karna kitab keabadian itu
Telah lama kucerna tuntas

Tapi, tiba-tiba
Semilir angin berbisik di telinga
Berkisah tentang tumpah airmata
Musti masih membanjiri sajadah
Pada malam-malam kian menua

Kata semilir angin:
"Bukankah engkau telah
Merengkuh segala berkah
Hingga ruang waktumu penuh
Bergelimang sejuta ilham
Tapi serba terlampau sedikit
Airmatamu tumpah bercucuran
Di atas pelataran sajadah"

Maka, sontak pudar segala hangatku
Teriris koyak dingin Gunung Soya
Dan kini di luar tapal batas sajadah
Airmataku telah, tak kuasa tumpah

Ooh . . . . . Engkau Maha Agung
Betapa ini fana pada diriku
Masih jua menekuk telikung
Jalan-jalan setapak filsafatku

Ooh . . . . .
Engkau Yang Maha Agung
Biarkan kini aku seutuhnya fana
Dalam genggam jari-jemari-Mu

(Ramadhan, 2013)

ANWARI WMK

Jumat, 25 Oktober 2013

Puisi "IBU" | Karya Anwari WMK

IBU

kenang terhadap teduh wajahmu
keindahan pesona musim semi
penawar cadas balada gersang
kembaraku kering kerontang

aku masih jua gagap
mencerna hakikat cinta
tapi terpancar dari bening sukmamu
kureguk anugerah semesta cinta

bersama keterseokan jiwa
kubertutur kumandang ke hadapan langit:
"hingga balada kembaraku tuntas
di tapal-tapal batas
tak kuasa kumembalas
semesta kasihmu luas"

ibu,
jika aku samudera
maka engkau meluapinya
dengan kesejatian cinta
hingga samudera itu
tak bertepi pantai

(Oktober 2013)



ANWARI WMK

Selasa, 09 Juli 2013

Puisi "PESAN RAMADHAN" | Karya Anwari WMK

PESAN RAMADHAN

Saat Ramadhan kembali datang
Engkau berkirim pesan
Lewat dedaunan-dedaunan pohon
Kata-katamu dalam pesan:
"Cinta adalah ruh, bukan jasad
Cinta adalah sukma, bukan raga
Cinta adalah rindu yang berkelebat
Cinta adalah airmata, seelok safir mutiara
Maka, di setiap helaan nafas
Kusempurnakan cinta kepadamu
Terus kusempurnakan. Terus. Terus.
Hingga akhirnya aku fana
Mengapai jejak balada panjang
Menuju alam keabadian
Dan di surga sana, kita bersua
Seperti saat masih remaja"

Pada hamparan Bumi lain
Dalam taman bunga bersemilir sepoi
Aku lalu menatap setiap pohon
Kucerna, sebatang demi sebatang

Saat menapak keluar taman
Dedaunan pohon rampak berkidung:
"Marhaban, ya Ramadhan
Marhaban, ya Ramadhan
Akuilah keagungan cinta
Junjunglah kemuliaan cinta
Hiduplah dalam kebersahajaan cinta
Lebur luluhlah dalam cinta
Marhaban, ya Ramadhan
Marhaban, ya Ramadhan"

Berjalan kian menjauhi taman
Jiwa batinku tergetar
Tergeriap ruang waktu luka
Cinta yang sembilu
Aku lalu kehilangan
Kata-kata

(Ramadhan 2013)

ANWARI WMK

Minggu, 28 April 2013

Puisi "DAWAI AIRMATA" | Karya Anwari WMK

DAWAI AIRMATA

sebongkah hati
tertinggal di sebuah kota
dia yang hendak pergi
pelan berkata-kata:
"selamat tinggal"

sebongkah hati
membisu tanpa kata
tak kuasa menegak purna
keindahan kidung sukma
maka, ranum senyumnya
sontak bersketsa senja
berubah menjadi setangkai
getar-gemetar jiwa

sekali lagi, berkatalah
dia yang hendak pergi:
"selamat tinggal"

sembari melambai,
masih berkata-kata
dia yang hendak pergi:
"selamat tinggal,
selamat tinggal
adinda"

lalu,
setangkai getar-gemetar jiwa
berdawai airmata
menyentak hentikan terbang
burung-burung kecil

inilah senandung takdir
untuk sendu adinda
begitulah nyanyian takdir
berdawai airmata

dan kini,
dawai airmata
bertetesan
berjatuhan
di hampar pelataran
stasiun kereta

ooh . . . . .
betapa manisnya cinta
meski bentangan jarak
kembali mengabadikan
sepi tertikam rindu

(Purwokerto, 28 April 2013)

ANWARI WMK

Rabu, 24 April 2013

Catatan Pendidikan "SOLUSI EDUKATIF KEBANGSAAN" | Karya Anwari WMK

SOLUSI EDUKATIF KEBANGSAAN

Oleh
Anwari WMK
Peneliti Filsafat dan Kebudayaan di Sekolah Jubilee, Sunter, Jakarta

SEBAGAI bangsa, ternyata Indonesia dibelit oleh begitu banyak masalah. Dari dunia persepakbolaan hingga politik kekuasaan, belitan masalah itu pun rumit tak berujung pangkal. Seakan, Indonesia merupakan ensiklopedi masalah-masalah. Sehingga, tak mengada-ada jika lalu muncul gagasan untuk menemukan solusi alternatif dengan berpijak pada spirit edukatif. Dalam konteks ini, sengaja dilakukan upaya penelisikan: Bagaimana dunia pendidikan dilibatkan secara serius untuk turut serta mengatasi masalah kebangsaan.

Bagaimana pun, pendidikan merupakan sebuah ranah kehidupan yang masih bening saat menyimak dan menyibak kemelut kebangsaan. Meski pun di sana-sini bertaburan hipokritas, toh dunia pendidikan masih lebih jernih mencerna masalah-masalah kebangsaan. Pendidikan jelas merupakan mercusuar optimisme yang potensial mengubah masalah kebangsaan menjadi tantangan yang musti dituntaskan.

Hal penting yang patut dicatat jika pendidikan sengaja diperlakukan sebagai bagian dari solusi masalah kebangsaan adalah perspektifnya yang spesifik. Manakala disimak berdasarkan perspektif edukatif, maka masalah kebangsaan terbagi menjadi dua kategori pokok.

Pertama, masalah kebangsaan terkait dengan rendahnya daya saing nasional dalam era globalisasi kini. Padahal, implikasi serius yang ditimbulkan oleh rendahnya daya saing nasional adalah memburuknya kesejahteraan rakyat. Di tengah hantaman globalisasi yang tak mengenal belas kasihan, rakyat justru tak memiliki pegangan untuk mempertahankan eksistensinya. Ketiadaan daya saing sama dan sebangun maknanya dengan pemunahan secara pelan perlahan eksistensi rakyat.

Kedua, masalah kebangsaan terkait erat dengan format kebijakan negara. Tak dapat dipungkiri, kebijakan negara tidak aspiratif manakala disimak berdasarkan sudut pandang kedaulatan rakyat. Kebijakan demi kebijakan terus-menerus diproduksi oleh kuasa politik pada berbagai lini. Tapi tragisnya, kebijakan itu tak berpihak pada rakyat banyak. Konyolnya lagi, kebijakan-kebijakan dilahirkan semata sebagai kelanjutan logis dari kepentingan elite-elite politik. Ini merupakan akibat langsung dari realisme politik kontemporer yang sepenuhnya bercorak transaksional. Itulah sesungguhnya politik "wani piro".

Dengan memerhatikan dua kategori masalah tersebut, maka dunia pendidikan pun mampu meneropong potensialitas kebangsaan yang terserak ke berbagai arah. Potensialitas kebangsaan dimaksud adalah beragamnya kelompok masyarakat madani yang menguasai situasi riil kemasyarakatan. Potensilitas kebangsaan yang lain adalah masih terpeliharanya spirit pengorbanan dalam hati sanubari rakyat bangak.

Bertitik tolak dari semua itu, maka upaya saksama yang lantas niscaya dilakukan dunia pendidikan adalah mengembangkan berbagai macam kerangka edukasi tentang politik representasi. Tujuannya, agar formasi keanggotaan parlemen diisi oleh elemen-elemen potensialitas kebangsaan, yang memang diupayakan oleh dunia pendidikan. Substansi pendidikan diberi bobot yang lebih besar untuk turut serta melahirkan figur-figur mumpuni yang kelak berkiprah di parlemen. Proses edukasi lalu diwarnai oleh menguatnya pendidikan kebangsaan.

Selain itu, niscaya bagi dunia pendidikan mengajarkan seluk beluk kebijakan negara yang mengacu pada kebenaran hakiki. Dengan "kebenaran hakiki" berarti, kebijakan negara dirumuskan untuk tujuan pokok agar postur dan sukma kebijakan negara sepenuhnya responsif dan adaptif terhadap aspirasi publik. Maka, harus lahir dan terbentuk apa yang disebut "kebenaran aspiratif publik".

Dengan metode penyampaian secara sederhana, mudah dimengerti dan gampang dicerna, maka berbagai hal yang dikemukakan di atas optimis dapat diwujudkan dalam ranah pendidikan. Jika praksis pendidikan benar-benar berwatak solutif seperti dikemukakan di atas, maka itulah sesungguhnya pendidikan karakter. Artinya, pendidikan membentuk manusia-manusia berkarakter dalam resonansinya dengan solusi masalah kebangsaan.

Tantangan berikutnya lalu kembali pada dunia pendidikan itu sendiri. Bersediakah dunia pendidikan menjawab tantangan ini?[]

Selasa, 23 April 2013

Puisi "PELANGI NEGERI HANTU" | Karya Anwari WMK

PELANGI NEGERI HANTU

Wahai Tuan Putri,
Semoga engkau senantiasa tabah
Mencerna kisah cadas baladaku
Tentang gulita abadi kota hantu

Koran-koran terus berteriak
Membeber segenap koyak
Sebab gema kata di istana kuasa
Menyebut butiran pasir sebagai beras

Hari ini pelangi melukis langit
Memantik pesona keharibaan jiwa
Gerombolan dekil kaum miskin
Berselendang mimpi bianglala

Engkau tahu, Tuan Putri
Kini berkarung-karung pasir
Ditabur ke wajah kaum miskin
Hingga pelangi itu tak pernah lagi
Kasat mata

Tuan Putri, kini jiwaku
Tak hanya menangisi dirimu
Tapi juga menangisi negeriku
Negerimu

(2013)

ANWARI WMK

Catatan Pendidikan "SUBSTANSI, BUKAN SIMBOL" | Karya Anwari WMK

SUBSTANSI, BUKAN SIMBOL

Oleh Anwari WMK
Peneliti Filsafat dan Kebudayaan di Jubilee School, Sunter, Jakarta

HINGGA kini, tak habis-habisnya ruang publik disuguhi pemberitaan pers tentang penganugerahan gelar honoris causa di kalangan pejabat negara. Paling tidak sejak era pasca-Orde Baru, penganugerahan gelar honoris causa di kalangan pejabat negara tersebut telah sedemikian rupa mencuat sebagai fenomena. Para pejabat negara tampak hebat dan dahsyat saat berada di atas panggung penerimaan gelar honoris causa. Ruang publik benar-benar diwarnai tontonan betapa sempurnanya eksistensi pejabat negara itu setelah meraih gelar honoris causa.

Tapi, di sini, mencuat problema eksistensial, yaitu seberapa jelas dan konkret hubungan antara gelar honoris causa pada satu sisi dan karya-karya akademik yang maslahat bagi kehidupan pada lain sisi. Apa yang terjadi jika para pejabat penyandang gelar honoris causa itu ternyata tak menyumbang apa-apa terhadap besarnya kebutuhan lahirnya karya-karya akademik yang maslahat? Bagaimana jika ternyata gelar honoris causa itu hanyalah simbolik belaka?

Tentu saja, tak ada yang keliru dengan simbol-simbol. Sebagai homo kultural, manusia takkan pernah bisa lari dari simbol-simbol. Sejalan dengan sensibilitas kultural, manusia membutuhkan simbol-simbol. Dalam tilikan kultural, teridentifikasi begitu banyaknya satuan-satuan simbol yang dibutuhkan sebagai penanda eksistensi manusia. Cuma saja, sekali pun tergolong mahal, hakikat dari simbol itu hanyalah pelengkap eksistensi semata. Tak lebih dan tak kurang.

Secara kategoris, simbol senantiasa ekuivalen dengan bentuk, dan substansi analog dengan isi. Masalahnya kini, muncul desakan untuk dengan segera melakukan transformasi kebangsaan. Dalam perubahan-perubahan besar abad XXI, para pejabat negara nyata-nyata diperhadapkan dengan pilihan logis-rasional. Bagaimana eksistensi mereka mencuat ke permukaan dengan lebih mengedepankan substansi ketimbang simbol. Eksistensi pejabat negara pada abad XXI, lebih terkait dengan isi ketimbang bentuk.

Pada akhirnya kita tak bisa mengelak dari tuntutan-tuntutan logis. Lebih pentingnya isi ketimbang bentuk sesungguhnya berkaitan erat dengan keniscayaan Indonesia sebagai bangsa besar yang seharusnya mandiri. Besarnya kekayaan sumber daya alam dan besarnya jumlah penduduk merupakan faktor unggulan yang memungkinkan Indonesia sepenuhnya mandiri sebagai bangsa. Tapi kita tahu, selama ini faktor sumber daya alam dan demografi tak terkelola baik. Bahkan, dua faktor itu terbengkalai semrawut hingga lalu dirasakan sebagai kutukan dan beban.

Kuasa politik feodalistik merupakan penyebab pokok terbengkalainya dua faktor unggulan itu. Pada satu sisi, kuasa politik feodalistik terus-terus memosisikan rakyat semata sebagai pelengkap penderita pada keseluruhan relasi kekuasaan. Pada lain sisi, kuasa politik feodalistik lebih merasa absah manakala digdaya tampil di hadapan publik dengan mengutamakan simbol-simbol ketimbang substansi. Pelayanan publik yang tak pernah mumpuni justru lalu membuncah menjadi situasi umum yang tak memungkinkan pejabat negara trengginas dan cekatan melayani rakyat meraih kesejahteraan.

Implikasi strategisnya tampak mencolok pada tak adanya kerangka dan skema inovasi. Tata kelola masyarakat, pemerintahan dan perekonomian tak tersentuh inovasi. Kalau pun makna penting inovasi terus dipidatokan, inovasi ternyata berjalan tanpa landasan filosofi dan tanpa kejelasan arah menggapai kesejahteraan rakyat. Inovasi pun terjebak ke dalam orientasi simbolistik yang sama sekali tak substantif.

Situasi tak menguntungkan itu diperparah oleh timbulnya fenomena honoris causa. Para pejabat negara penerima gelar honoris causa sudah merasa cukup dengan gempitanya seremoni penganugerahan. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, misalnya, selama sembilan tahun terakhir telah menerima tujuh gelar honoris causa. Tapi sayang seribu sayang, sang presiden masih terjebak ke dalam pusaran simbolisme.[]

Senin, 22 April 2013

Puisi "AMARAH" | Karya Anwari WMK

AMARAH

Di radio, suara-suara amarah
Sengit saling bercabik ranah
Kritik bertabur-baur caci-maki
Menggugat laku kuasa nirnurani

Aku hanyalah pendengar sunyi
Retas tanpa selipat ucap
Hingga malam merebah bumi
Gagap berkawan gagasan pengap

Secangkir kopi telah pahitkan kelu
Saat lidah sepenuhnya pena
Resah merapal segenap pilu
Dalam genggam jemari gulana

Sungguh, aku pun terkobar amarah
Mencerna laku pemimpin pongah
Tapi pena terdekap jemari lemah
Memilih senandung sunyi tanah

Dan di radio itu
Suara-suara terus mengingau
Terpelanting di larik-larik jauh
Kian meruapi pusaran amarah

(2013)

ANWARI WMK

Puisi "SAKSI BIANGLALA" | Karya Anwari WMK

SAKSI BIANGLALA

antara diriku dan dirimu
takkan pernah bisa
menyembunyikan cinta
dari bidikan saksi mata
bianglala

(april 2013)

anwari wmk

Kehidupan Berbingkai Sastra

KEHIDUPAN BERBINGKAI SASTRA

Oleh Anwari WMK

DARI generasi ke generasi, manusia senantiasa membutuhkan sastra. Meski pun tak sepenuhnya disadari, pada derajat tertentu, kebutuhan manusia terhadap sastra bersifat mutlak dan niscaya. Itu karena, pada satu sisi, sastra menyentuh kehidupan umat manusia dengan sangat lembut. Pada lain sisi, sastra terus-menerus menyingkap esoterisme kehidupan umat manusia. Sastra hadir dalam jiwa manusia dengan keindahan narasi.

Sulit membantah kenyataan, bahwa di sepanjang perjalanan hidupnya manusia takkan sepenuhnya bebas dari penderitaan. Tak ada garansi di Planet Bumi ini manusia bakal terus hidup damai sentosa. Pada setiap lipatan waktu, selalu timbul problema human suffering. Malahan, peradaban mewujud sebagai refleksi atau renungan manusia secara sublimatif terhadap penderitaan. Artinya, penderitaan telah sedemikian rupa hadir pada proses pendewasaan manusia dalam totalitas dinamika peradaban.

Hanya saja, tidaklah gampang mengembangkan serangkaian inisiatif eksploratif agar penderitaan sepenuhnya tertransformasi menjadi salah satu elemen tegaknya peradaban. Dibutuhkan kemampuan untuk melakukan pemaknaan terhadap penderitaan. Manakala hidup ini kosong dari upaya-upaya pemaknaan, maka penderitaan hanya mengglorifikasi atau mencetuskan nuansa-nuansa apatisme dan keputusasaan. Masyarakat yang gagal memberi makna pada penderitaan adalah masyarakat yang sesungguhnya rentan untuk terus-menerus terseret ke dalam kubangan krisis. Tanpa pemaknaan, penderitaan mandek sekadar sebagai ratapan-ratapan bersenandung pilu, yang sama sekali tak inspiratif.

Sastra, ternyata, merupakan pilar humaniora yang di dalamnya termaktub pemaknaan terhadap penderitaan. Melalui sastra, manusia menyelami penderitaan hingga ke akar-akarnya, tanpa harus terjebak ke dalam pusaran jiwa yang hanya berlumur kecengengan. Sejurus dengan itu, penderitaan dan jalan keluar terhadap penderitaan dinarasikan oleh karya-karya sastra melalui keindahan kata-kata. Tragedi demi tragedi yang menohok eksistensi umat manusia lalu terucapkan dengan penuh kewibawaan, penuh karakter. Betapa dengan sastra, penderitaan umat manusia tertorehkan sebagai dialektika jiwa yang begitu mempesona.

Pertanyaannya kemudian, mungkinkah keseluruhan realitas hidup umat manusia sepenuhnya berbingkai sastra? Apa yang seharusnya dilakukan agar kehidupan termaknai seluruh hakikatnya melalui sastra? Apakah institusi-institusi pendidikan pada berbagai tingkatan benar-benar digdaya menggiring umat manusia menjadi berkarakter melalui terbentuknya kehidupan berbingkai sastra?

Sampai kapan pun, institusi-institusi pendidikan berpeluang besar mengarahkan kehidupan umat manusia agar sungguh-sungguh berbingkai sastra. Didukung oleh proses-proses pembelajaran yang berlangsung secara formal, justru memungkinkan dunia pendidikan berfungsi secara signifikan sebagai ladang subur persemaian sastra. Secara prinsip, dunia pendidikan sengaja membentuk kompetensi penguasaan sastra di kalangan peserta didik. Dalam konteks ini, pembelajaran tentang sastra dikait-hubungkan dengan seluruh mata pelajaran. Setiap mata pelajaran ditemukan celah-celahnya untuk memasukkan substansi sastra.

Pembelajaran tentang sastra lalu mencakup tiga aspek pokok. Pertama, membentuk tradisi kritis di kalangan guru dan murid melalui intensitas apresiasi terhadap karya-karya sastra. Kedua, memfasilitasi peserta didik yang memang berhasrat menciptan karya-karya sastra. Ketiga, mengukuhkan pola pembelajaran secara interdispliner dengan memasukan substansi sastra sebagai salah satu elemennya.

Jika tiga aspek pembelajaran ihwal sastra itu gagal diejawantahkan, maka dapat dipastikan dunia pendidikan jauh panggang dari api dalam hal berperan aktif memformat kehidupan umat manusia agar berbingkai sastra. Bukan saja kemudian sastra terus-menerus dipersepsi secara sempit semata sebagai bagian dari pelajaran bahasa. Lebih tragis lagi dari itu sastra dipersesi sebagai teks dan narasi nirmakna, tanpa makna. Hingga di sini lalu tampak adanya keanehan, betapa sastra diterbengkalaikan kapasitasnya dalam memberikan pemaknaan terhadap penderitaan umat manusia.[]

Minggu, 21 April 2013

Puisi "KALAM" | Karya Anwari WMK

KALAM

Mungkin
engkau tak pernah tahu
apa gerangan makna
bulu-bulu lembut di keningmu
terhadap kalam-kalamku

Kini kukatakan padamu
dengarlah. simaklah

Pada sela-sela bulu lembut
di keningmu itu
sungguh telah sejak lama
tercecer bait-bait sajak cinta

Bait-bait yang menghiba iba
agar sepenuhnya abadi
bersemayam
di sela-sela bulu lembut
pada keningmu

Mungkin
engkau tak pernah tahu

Bait-bait itu tersulam
bersama senandung sukma
di keheningan jiwa malam
kala batin tergetar pilu
menggenggam kalam

ANWARI WMK

Kamis, 18 April 2013

ILMU PENGETAHUAN DAN KUASA POLITIK

Catatan Pendidikan
Anwari WMK

DALAM realitas hidup umat manusia pada berbagai durasi waktu, kurun dan zaman, peran dan fungsi ilmu pengetahuan sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan diposisikan secara terhormat sebagai faktor fundamental lahirnya kemuliaan umat manusia. Pandangan umum menyebutkan, bahwa dengan berilmu maka seorang manusia menapak tangga kemuliaan. Apalagi, kemunculan teknologi baru dan instrumentasi mutakhir [yang terbukti canggih dan bahkan super canggih] senantiasa lahir, tumbuh dan berkembang dari rahim ilmu pengetahuan.

Sehebat apapun teknologi dan instrumentasi baru mempengaruhi kehidupan masyarakat, semuanya merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ilmu pengetahuan. Bangsa-bangsa dan negeri-negeri terhormat di dunia juga ditentukan oleh kapasitas rakyatnya menguasai secara mumpuni ilmu pengetahuan.

Sungguh pun begitu, ilmu pengetahuan terbuka dimanfaatkan oleh siapa saja dan untuk tujuan apa saja. Pada aspek aksiologi, ilmu pengetahuan diperhadapkan dengan masalah-masalah moral dan etik. Artinya, pendayagunaan ilmu pengetahuan tak selalu sejalan dengan cita-cita luhur tegaknya humanisme. Kecenderungan buruk manusia menghalalkan segala cara asal tujuan tercapai justru acapkali terakselerasikan dengan memanfaatkan secara lancung ilmu pengetahuan. Contohnya, penggunaan secara masif mesin pembunuh masal yang dalam konteks perkembangan teknologi memang lahir dari rahim ilmu pengetahuan. Pada titik persoalan ini kita sebenarnya diperhadapkan dengan sisi gelap dan sisi buruk ilmu pengetahuan.

Teori Kritis kalangan filosof Mahzab Frankfurt dengan tegas mendedahkan kesimpulan, bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnya tak pernah bebas nilai. Ilmu pengetahuan rentan disalahgunakan menjadi alat pemukul mengalahkan orang lain demi memenangkan  kuasa politik, kepentingan uang dan gengsi. Itulah mengapa, salah satu faktor penentu keberlanjutan kuasa imperialisme di dunia hingga kini melalui upaya sistematis penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Jika semula ilmu pengetahuan diagungkan sebagai dasar terciptanya kemuliaan manusia, pada akhirnya terbelokkan menjadi tak lebih hanyalah "belati" di tangan pembunuh berdarah dingin yang senantiasa menuntut tumbal pengorbanan. Ilmu pengetahuan yang semula berwajah malaikat, pada akhirnya menyerigai kehidupan umat manusua dengan laku gerombolan iblis.

Dengan menyimak fakta konkret bahwa ilmu pengetahuan rentan disalahgunakan menghancur leburkan humanisme, maka sudah saatnya bagi dunia pendidikan memahami problema yang disuarakan Teori Kritis, persis sebagaimana dirumuskan oleh para filosof Mahzab Frankfurt. Dunia pendidikan dituntut jeli memahami sisi gelap dan sisi terang ilmu pengetahuan. Metode paling tepat untuk menyingkap sisi gelap dan sisi terang ilmu pengetahuan adalah mencari kaitan atau saling hubungan antara ilmu pengetahuan dan kuasa politik. Seberapa akrab hubungan antara kuasa politik dan ilmu pengetahuan, sejatinya dijadikan penanda untuk mendeteksi ada tidaknya sisi gelap ilmu pengetahuan.

Tentu saja, tidak seluruh kuasa politik beroperasi secara lancung dengan menumbuh suburkan upaya-upaya sengaja penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Kuasa politik yang konsisten mewujudkan keadilan, justru mendayagunakan ilmu pengetahuan demi menjunjung tinggi humanisme atau kemuliaan manusia. Ilmu pengetahuan dalam konteks ini benar-benar mencorong dengan membawa cahaya terang benderang kemanusiaan. Ilmu pengetahuan bukan saja berkedudukan sebagai sumber pencerahan. Ilmu pengetahuan terdedahkan sebagai solusi masalah-masalah kolektif yang tengah dihadapi umat manusia.

Tapi, kuasa politik bengis dan imperialistik merupakan penyebab utama timbulnya problema penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Sebab, realitas hidup kolektif dipandu feodalisme. Tragisnya lagi, feodalisme menggiring kuasa politik sepenuhnya pragmatik dan koruptif. Sejatinya, dunia pendidikan menyadari kenyataan buruk ini. Bahwa bagi kuasa bengis-imperialistik, ilmu pengetahuan didayagunakan hanya untuk melahirkan keburukan yang dirasakan masyarakat secara langsung.[]

Puisi "RINDU DAN AIRMATA" | Karya Anwari WMK

RINDU DAN AIRMATA

meski dengan seribu timbangan
engkau takkan pernah bisa
menakar rinduku kepadamu
sebab rindu itu luas tak bertepi

engkau hanya mampu
menakar airmataku runtuh
di kelopak-kelopak mawar merah
sebab airmata itu mengkristal
menjadi berbait-bait puisi

engkau takkan mampu mengukur
rinduku
engkau hanya mampu menakar
airmataku

airmata rindu, kepadamu

(2013)

ANWARI WMK