Sabtu, 01 Desember 2012

Puisi "MISTERI" | Karya Anwari WMK ~ Narasi Foto


Puisi "MISTERI" | Karya Anwari WMK

MISTERI

mari pergi, setelah terpecahkan segala misteri
setelah tak ada lagi misteri-misteri

waktu punah bersama alfabeta
hanya untuk perburuan menjejak misteri-misteri

air, tanah, api, udara adalah rahim yang
memperanakkan misteri-misteri
setelah itu,hidup tertekuk misteri
misteri menjerat jeram kehidupan

dan kita pun misteri untuk kita yang
sungguh misteri-misteri

hari ini kalender kembali meleleh darah
hari-hari tersayat luka
tak kuasa menampung misteri-misteri

di atas podium, orang-orang bermata srigala
mendengus serupa monster
bergaya melego teori, melelang keyakinan
gagal mencerna misteri-misteri

mari pergi, setelah terpecahkan segala misteri
setelah tak ada lagi misteri-misteri

(Condet, 2 Desember 2012)

ANWARI WMK

Jumat, 30 November 2012

24 Puisi Cinta



24
Puisi Cinta
Karya
Anwari WMK









JUBILEE MEDIA CENTER
Desember 2012



Daftar Puisi

(1)
JEMBATAN AIRMATA

(2)
BENING PURNAMA

(3)
SELENDANG SUTERA

(4)
PUJANGGA TUA

(5)
PINK

(6)
AIR BENING

(7)
BULAN SABIT

(8)
TROTOAR KENANGAN

(9)
MINGGU SORE

(10)
GAMBARMU

(11)
TIKUNGAN MASA LAMPAU

(12)
HATI SEORANG LELAKI

(13)
ROMANSA CINTA

(14)
SAMUDERA CINTA

(15)
JALAN CINTA

(16)
MAKRIFAT CINTA

(17)
KOTA YANG SEKARAT

(18)
REMBULAN BERGAUNG PINK

(19)
REL KENANGAN

(20)
WESEL POS

(21)
MAWAR MERAH

(22)
CINTA SEJATI

(23)
TIKUNGAN

(24)
LARON DAN REMBULAN


(1)

JEMBATAN AIRMATA

Seorang perempuan berjalan
Melintasi jembatan airmata
Kepada sepasang merpati
Perempuan itu pun lantas bertanya:
"Mengapa jembatan ini berjuluk
Jembatan airmata?"

Merpati betina menjawab:
"Di jembatan ini
Pada masa nan lampau
Seorang gadis remaja
Menangis pilu
Untuk cinta tersayat luka"

Merpati jantan menyahut:
"Pemuda kekasih gadis remaja itu
Terseret takdir memburu makna
Pada geografi kehidupan
Jauh dari kampung halaman.
Di jembatan ini
Mereka saling
Lambaikan tangan perpisahan
Bersama tumpahan airmataa.
Jembatan ini saksi
Untuk hati teriris sembilu rindu
Dalam perih bilur-bilur cinta"
Demi mendengar kisah
Jembatan airmata itu
Kerongkongan perempuan itu
Serasa begitu tercekak
Tubuhnya tiba-tiba tergetar
Kisah pilu pada untaian cerita
Sepasang merpati itu
Serupa kisah dirinya.

Oh betapa universalnya cinta
Betapa.

2011

ANWARI WMK




(2)

BENING PURNAMA

Saat bening purnama
Kereta kencana berderap dari
Selatan ke utara
Di kereta kencana itu
Seorang perempuan membawa
Sekuntum mawar merah
Dan lilin yang menyala
Bintang gemintang takzim berucap
Selamat malam.
Selamat malam.

Tapi seekor burung malam bertanya
Hendak kemanakah itu perempuan
Berkereta kencana
Di malam bening purnama

Tak ada jawab atas tanya
Hingga kemudian burung malam
Menebar kisah tentang misteri
Nyala lilin dan mawar merah

Saat pagi merekah
Tergores pesan di hamparan batu hitam
Lilin dan mawar merah tertancapkan
Di pusara sepi beku

Pada pusara yang semilir itu
Seorang lelaki pemintal kata-kata
Penyulam kalimat dan narasi
Baru saja terlelap abadi bersama
Puisi-puisi cinta berurai airmata

2011

ANWARI WMK





(3)

SELENDANG SUTERA

Kemarin lalu
Pohon-pohon masih
Memberi salam
Kepada perempuan
Berselendang sutera
Saat gegas berburu waktu
Melintasi bayang barisan pohon

Dan di antara barisan pohon
Menggelantung catatan
Ihwal aroma parfum
Perempuan berselendang sutera
"Parfum itu datang dari surga,"
Ucap sebatang pohon
"Parfum itu hadiah dari
Para bidadari,"
Kata pohon yang lain

Tapi mulai ini hari
Perempuan itu takkan lagi
Melintasi jalanan membentang
Di bawah naungan
Bayangan pohon

Seperti kata burung nuri
Perempuan itu sendiri
Telah berubah wujud
Menjadi bidadari
Tak lagi menjejak bumi
Terbang di antara pelangi
Saat mentari merajut perjumpaan
Bersama jutaan titik
Air hujan

Tapi perempuan itu masih
Berselendang sutera
Sebab seperti kata burung nuri
Selendang sutera itu pemberian
Seorang pujangga
Tiada henti menyulam
Kalimat dan kata-kata
Tersebab perempuan itu

Wahai bidadari berselendang
Sutera
Abadilah engkau sebagai
Cahaya ilham sang pujangga
Abadilah. Abadilah.

Jakarta, Juli 2011

ANWARI WMK




(4)

PUJANGGA TUA

Penyair muda usia
Di malam yang mulai menua
Berkirim pesan penuh gulana
Kepada pujangga tua
Ringkih termakan usia

Kata pesan itu:
"Tidur, tidurlah engkau
Jangan lagi hirau
Puisi-puisimu nan lara
Biarlah puisimu itu saja
Menangisi duka lara cinta.
Sebab engkau telah terkuras usia
Kehabisan airmata".

Membaca pesan itu
Malam kian menua
Pujangga tua tersenyum
Lalu hatinya bersetuju
Membiarkan puisi-puisi
Sendirian meneteskan airmata

Tapi bersama senyuman
Tiba-tiba gemuruh kencang
Menghantam dada pujangga tua
Walau telah hilang segenap daya
Pada jemarinya masih
Tergenggam pena

Terpelanting antara lara
Dan totalitas kepasrahan
Ia kemudian tiada lagi bernyawa
Ia tuntaskan seluruh kembara
Bersama kematian nan fana

Esok hari
Orang-orang menatap
Pujangga tua wafat dalam
Hikmat sederhana
Senyumnya dalam kematian
Seindah bunga bakung di halaman

Burung dan rerumputan
Turut berucap:
"Selamat jalan
Pujangga tua
Selamat jalan
Temuilah Tuhanmu
Yang Maha Pengasih dan
Penyayang"

Kini penyair muda usia
Mewarisi segenap puisi
Berurai airmata

Maret 2011

ANWARI WMK




(5)

PINK

Pada bulan yang sabit itu
Surat-surat cintamu berterbangan
Selaksa kertas warna pink
Tergoreskan tinta warna biru

Pada bulan yang sabit itu
Surat-surat cintamu menari
Hingga membentuk bayangan
Gedung sekolah semburat kusam

Kini engkau tahu
Surat-surat cintamu warna pink itu
Semakin tak henti menari
Menjadi berbait-bait puisi
Bertahun-tahun lamanya

Pada bulan yang sabit itu
Ooh pada bulan yang sabit itu ....
Ooh ....

2011

ANWARI WMK




(6)

AIR BENING

Di sungai kecil itu, air bening kembali menitipkan pesan rindu kepada setiap pohon bambu. Dulu seorang putri nan jelita, senantiasa bernyanyi di pinggiran sungai kecil itu, sementara air bening dan pohon-pohon bambu mengiringi nyanyian sang putri dengan orkestrasi musik nan alami. Setelah sang putri pergi memenuhi panggilan pulang Sang Penguasa Waktu, hanya air bening dan pohon-pohon bambu yang tersisa.

Dari satu perguliran musim menuju perguliran musim selanjutnya, air bening dan pohon-pohon bambu melanjutkan tembang dan senandung. Seperti dulu dilakukan sang putri, nyanyian air bening dan pohon-pohon bambu pun bernuansakan asmaradana berlantun kesejatian cinta tiada tara.

Tapi sepuluh tahun lampau, pohon-pohon bambu ditumbangkan dan lalu dipisah jarakkan dengan semesta rumpun tempat mereka berhimpun. Rumpun bambu pun dibakar punahkan hingga yang tersisa hanyalah arang debu. Air bening tak mampu berbuat apa-apa menatap kepedihan itu.

Hingga suatu siang yang rintik saat kujejakkan kaki di pinggiran sungai kecil itu, air bening berkisah tentang sisa rumpun bambu yang terselamatkan, tapi kehilangan pohon-pohon bambu. Rumpun bambu kini rindu bersua kembali pohon-pohon bambu. Rumpun bambu paham hakikat, betapa bambu-bambu yang tercerabut dari akarnya menanggung beban rindu untuk pulang kembali ke haribaan rumpun bambu.

Air bening pun berkata: "Wahai penyair, sampaikan salam rindu kami kepada pohon-pohon bambu. Sampaikan kepada pohon-pohon bambu, betapa rumpun bambu masih setia menunggu kedatangannya kembali. Masih."

Sukabumi, Februari 2011

ANWARI WMK




(7)

BULAN SABIT

Di teras rumah ia duduk
Bersama malam berbalut
Sepi dingin
Ia pandangi bulan sabit
Sambil kakinya bergelantung
Berayun-ayun serupa bandul jam

Ia lalu teringat masa kanak-kanak
Saat kali pertama mendengar kisah
Dari ibundanya
Tentang mengapa Tuhan merasa perlu
Ciptakan bulan sabit.

"Bulan juga rindu berpuisi"
Ucap sang bunda
"Dan bulan yang sabit
Adalah bulan seindah puisi"

Dulu ia tak paham
Apa makna bulan berpuisi
Ia kira, bunda hanya menghibur
Bicara untuk dirinya sendiri.

Tapi kini ia sungguh paham
Mengapa bulan sabit seindah puisi

Di bulan yang sabit itu
Seorang perempuan
Bergaun putih-coklat
Menari menyanyi
Agar seorang pujangga
Di Planet Bumi
Tiada henti menulis
Puisi-puisi cinta.

Sukabumi, Februari 2011

ANWARI WMK




(8)

TROTOAR KENANGAN

Kembali aku ke trotoar ini
Kembali memahat ingatan
Duapuluh tahun silam
Saat bayang wajahmu sendu
Dan seperti duapuluh tahun lalu
Daun-daun kering masih menggeletak
Di hamparan trotoar ini

Dulu aku mengira
Ingatan padamu bakal tergerus waktu
Oleh umur kian menua
Tapi, saat kembali melintasi trotoar ini
Ada ingatan yang tertabalkan
Pada dirimu yang sendu.

Di atas trotoar kenangan ini
Jiwaku lalu berseru:
“Mungkin, aku akan
Terus menulis puisi untukmu
Hingga akhir waktu”

Ooh trotoar kenangan.

Jakarta, 2011

ANWARI WMK




(9)

MINGGU SORE

Pada Minggu sore nan cerah
Sepasang kekasih duduk
Di teras Plaza Semanggi
Mereka menatap pandang
Kendaraan berlalu lalang
Sambil berceloteh ihwal masa depan

Sang perempuan yang berjilbab
Meremas jemari lelaki yang bertopi
Langit di ufuk barat tersenyum riang
Menyaksikan mereka
Dalam satu alunan cinta

Tiba-tiba, perempuan berjilbab itu
Menatap angin yang hinggap
Di telinga kanan kekasihnya
Angin itu lalu ia tangkap
Sambil berucap:

"Oh sekelumit pesan bersama angin
Tentang kita yang muda usia
Tapi cinta tumbuh pada kita
Telah sangat tua umurnya"

Tersenyum memandang
wajah sang kekasih,
Perempuan itu kembali berucap:

"Kita hanya ladang bagi
Tumbuhnya puspa bunga cinta
Dalam senandung keabadian makna
Cinta adalah narasi yang tak berkesudahan"

Sore pada hari Minggu itu
Sungguh sangat indah
Bahkan, terlampau indah

Jakarta, Januari 2011

ANWARI WMK




(10)

GAMBARMU

di halaman blog
aku masih simpan gambarmu
dan aku terus rawat gambarmu

sudahlah,
aku sungguh tak peduli
terhadap apa kata orang
agar aku melupa
tentang dirimu yang telah wafat

bagaimana bisa aku melupa
tentang dirimu
walau engkau kini terbaring abadi
di pusara sepi
rinduku masih bersamamu
rindu yang meronta
dari galau ke beku

tapi, kekasih
engkau memang terlampau muda
mangkat menghadap ilahi
seperti diriku,
engkau belum genap 20 tahun
saat ajal itu datang menjemput
engkau memang terlalu cepat
meninggalkan dunia
sementara di dunia ini
aku masih berhasrat
menitip sukma

di halaman blog itu
terus kupampang gambarmu
sebagai
# prasasti rindu
# deklarasi cinta
# pertanda duka

di halaman blog
terus kubentang gambarmu
sebagai
pengakuan ketakmampuan
kita manusia
mengelak takdir kematian

tuhan,
seandainya aku boleh meminta
jangan pernah ada lagi
kanker kelenjar getah bening
yang lantas membawa pergi
seorang kekasih semolek
bunga lotus
menuju alam barzah
tuhan,
jangan pernah ada lagi
kanker kelenjar getah bening
jangan pernah ada lagi

Jakarta, Januari 2011

Catatan:
Puisi ini ditulis untuk seorang anak muda yang kekasihnya wafat tersebab kanker kelenjar getah bening.

ANWARI WMK




(11)

TIKUNGAN MASA LAMPAU

Kembali ke tikungan itu, aku menemukan arkeologi masa lampau tentang dirimu yang membawa berkuntum-kuntum kembang berbunga rindu, berwarna merah jambu.
Sudah lama kukatakan kepada setiap hembusan angin musim: di tikungan itu, saat kita remaja, untuk kali pertama kutatap bulu lembut di keningmu.
Aku lalu terpesona pada bulu lembut di keningmu, dan sejak itu bulu lembut di keningmu mewarnai puisi-puisiku bertahun-tahun kemudian.

Hari ini.
Kembali aku ke tikungan itu. Sendiri. Dan sekali lagi bertanya kepada Tuhan, mengapa takdir begitu lara menjauhkan diriku dan dirimu, mengapa pada kita terbentang jarak sehingga engkau tak mampu bersandar di dadaku untuk sekadar mendengar kisah dongengku ihwal lika dan liku serta warna dan warni kehidupan dunia yang pernah kujelajahi dari atlas ke atlas.
Dan seperti yang sudah-sudah, tak ada jawaban terdefinisikan atas tanya terhadap takdir, kecuali hanya bunyi suara kendaraan bermotor mengaum-ngaum di tikungan itu.

Di tikungan itu, dengan batin tergetar pilu, aku sekadar bisa mengeja ingatan masa lampau tentang bulu lembut di keningmu.

Hanya itu.
Cuma itu.

2011 Catatan:

Untuk seorang kawan di masa SMA. Salam keabadian cinta. Semoga cinta kalian abadi hingga pada dimensi kehidupan yang lain.

ANWARI WMK




(12)

HATI SEORANG LELAKI

mungkin engkau mengira
hatiku bertahta di atas langit biru
dan lalu menertawakan dirimu
sebab engkau telah salah
menampik masa lalu
agar erat bergandeng tangan
menerobos kurun masa depan
dalam satu mahligai
menjelajah dari waktu ke waktu

mungkin engkau menyangka
tiada henti aku terbahak memahamkan
ketololan kebodohanmu di masa lampau
karna engkau gagal memaknai hakikat
kesejatian cinta sekokoh pilar-pilar candi
yang mampu bertahan dari sejak
zaman purba

kini simak senandung pilu nyanyian hati:
akulah lelaki yang tenggelam
di lautan biru, terus tenggelam
hingga seluruhnya gelap tanpa cahaya
tubuh tercabik ikan hiu dan setiap luka
mengucap ungkap segenap perih
tentang dirimu yang tak pernah kumiliki
sekali berucap cinta kepadamu
tak mampu aku beralih ke lain hati
maka, berpuluh tahun kemudian,
cabikan taring ikan hiu itu
semakin mendedah perih
diriku kian tersayat pedih
kalau kini aku tertawa di atas
panggung kehidupan dunia
maka, tawa itu dihentak henyak oleh
taring-taring ikan hiu yang kian dalam
menancap mencabik daging-daging
pada tubuhku

2011

Catatan:
Puisi ini ditulis untuk seorang kawan yang terus bertahan dengan cinta abadinya kepada seorang perempuan. Meski, jelas tak saling memiliki. Akhir Januari 2011, kawan ini berulang tahun ke-50, dan tetap masih membujang. Kawan, semoga engkau sehat selalu.

ANWARI WMK




(13)

ROMANSA CINTA

seorang putri kedaton nan anggun menemani seorang pujangga menyantap nasi goreng, empal dan perkedel pada pagi yang menggigil di kaki pengunungan, di belahan timur pulau jawa. jiwa batin sang putri terus tersenyum, seiring mentari pagi yang kian merekah. berjuta romansa bernyanyi dalam jiwa batin sang putri: hidup bersama pujangga yang tak henti menggores cakrawala langit biru dengan keindahan kata-kata.

kawanan burung berjingkrat dari dahan ke ranting, serempak menyanyikan kidung asmaradana. dan pohon-pohon cemara hingga di kejauhan sungguh berderai-derai kian jauh. semesta kaki gunung pun sontak berubah menjadi hamparan gema keabadian cinta untuk dua orang manusia. ketika sang putri kian jauh nenatap personalitas sang pujangga, matahari pagi mengerlingkan mata untuk sebuah narasi cinta yang sungguh mempesona.

usai menyantap nasi goreng empal perkedel, sang pujangga berkata: "cintaku kekasihku belahan jiwaku, matamu masih seindah bintang kejora, meski engkau telah paruh baya. aku masih akan menulis sajak syair puisi, sebab sinar matamu masih seindah saat kau remaja, saat aku memulai takdirku memetik berbait-bait puisi dari taman keindahan sinar matamu yang sungguh tiada tara"

mendengar ucap kata itu, sang putri menjawab: "semestinya kau tak mengatakan itu sebelum kau mencium bibirku semesra ciuman julius caesar terhadap cleopatra. wahai pujangga, di pagi yang indah ini kau belum jua mencium bibirku. maka, kuputuskan, akulah yang akan mencium bibirmu"

sang pujangga lantas memejamkan mata, merasakan romansa cinta seorang julius caesar dicium cleopatra. bersama cinta, hidup begitu indah pada pagi itu, melampaui keindahan sajak dan puisi goresan pena sang pujangga.

Jakarta, Desember 2010

Catatan:  

Puisi ini ditulis untuk seorang putri kedaton yang terus merawat cinta abadinya kepada seorang pujangga. Selamat ulang tahun Tuan Putri, salam takzim untuk dirimu dan untuk sang pujangga. Semoga bersamamu, sang pujangga terus menggores langit biru dengan keindahan kata-kata.

ANWARI WMK




(14)

SAMUDERA CINTA

I.
Hati seorang perempuan
bermetamorfosis menjadi
samudera cinta.
meski dengan dayung
terputus tersengal
seorang lelaki bersampan
di atas
samudera cinta itu
dengan membawa serta
sekuntum mawar merah
dan sebait
puisi rindu.
oh cinta abadi ......
oh .....

II.
Bertahun-tahun
lelaki itu bersampan
di atas samudera
dengan dayung yang
sungguh kian
terputus tersengal.
ia terus bersampan
sebab kian paham
samudera itu memang
terbentang
di dalam hati
seorang perempuan.
itulah samudera cinta
dengan ombak rindu
bergulung-gulung.

III.
Dari geografi berjauhan
lelaki dan perempuan itu
menyanyi bersama
tembikar pecah
menari bersama
tempayan retak
berdendang bersama
bumi terluka.
dan takdir
merajut sulam
belenggu
cinta tak sampai
oh ....

2010

ANWARI WMK




(15)

JALAN CINTA

saat senjakala semilir, seorang perempuan menatap sekumpulan burung, terbang menuju sangkar peraduan. sontak, jiwa batin perempuan itu bergolak, mengenang kembali seorang lelaki berucap cinta, saat mereka masih sama-sama di sma. perempuan itu terkenang akan getar dirinya, saat segalanya berubah indah oleh ucap kata bersukmakan cinta. tapi, suratan takdir menyulam kisah perpisahan, tersebab perbedaan keyakinan. atas nama tuhan, mereka saling melambaikan tangan, lambai nan memilukan.

hayat menyulam rindu, perempuan itu membangun mahligai, merajut kebahagiaan di negeri paman sam, bersama lelaki lain satu keyakinan. meski masih tersisa gita cinta sma, perempuan ini belajar berdamai dalam pelukan takdir. ia simpan di dalam laci batinnya, sosok kekasih hati masa nan lampau. ia kuatnya tekad 'tuk bahagia dengan kepasrahan tiada tara. dan ia pun memetik cahaya bahagia tatkala melahirkan dua orang putra.

tapi sejarah cinta tak sampai selalu memiliki eksemplarnya sendiri. lelaki kekasih hati di masa lampau mencari keberadaan perempuan itu, duapuluh enam tahun lamanya. lelaki berucap cinta saat dulu di sma, masih jua terbelenggu rindu. lelaki ini sadar, cinta tak harus memiliki dan tak harus dimiliki. tapi ia tak bisa menipu nuraninya, masih terpatri kidung cinta dari sma. dan perjumpaan setelah duapuluh enam tahun, menghadirkan galau jiwa. 

kata lelaki itu: kita tak mungkin saling memiliki. aku takkan mengusik keberadaan dirimu bersama suami dan anak-anakmu. tapi jiwaku merana jika engkau tak bahagia dalam hidupmu di dunia ini. wahai kekasih, ada senandung keabadian doa dariku untukmu. kumimpikan engkau masih seperti dulu sekuntum bunga mawar di halaman menari bersama bianglala. 

mendengar ucap getar lelaki gita cinta sma, perempuan itu tiada kuasa berkata apa-apa. hanya airmatanya tumpah laksana air terjun niagara di negeri paman sam sana. ooh ...... betapa perihnya cinta. ooh ...... betapa mempesonanya rindu.

Jakarta, 5 Oktober 2010

Catatan:
Terima kasih kepada seorang kawan, yang kisah cintanya menginspirasi lahirnya sajak ini.

ANWARI WMK




(16)

MAKRIFAT CINTA

Geografi cinta tiada tara. Setiap melewati jalan menanjak menjelang kampung halamannya, perempuan ini menoleh ke kanan. Antara harap dan cemas, ia mengenang kekasihnya pergi jauh. Setiap melewati jalan menurun sesaat setelah meninggalkan kampung halamannya, ia menoleh ke kiri. Antara harap dan cemas, ia mengenang kekasihnya mengapa tak pernah datang lagi.

Ke kampung halamannya, perempuan itu datang dan pergi. Dan bertahun-tahun pula, terluka batinnya. Ia terbelenggu takdir untuk hanya menoleh ke kiri dan ke kanan, dengan harap yang tiada kenal akhir, tanpa titik jedah. Berdoa untuk damai kekasihnya, ia sadar berdiri di tengah tornado cinta yang tak sampai. Pulang ke kampung halaman hanya memperkeruh sungai-sungai jiwa yang mengalir dalam dirinya. Ia tenggelam dalam kidung cinta yang disangatkan pilu.

Perempuan ini belajar tegar sekukuh karang. Ia rembulan bersinar terang, saat berucap kata di depan orang. Ia venus yang mencorong kumandangkan pedagogi. Segenap takzim diberikan padanya, lantaran digdaya mengurai urutkan segenap kusut. Berjamaah-jamaah manusia pun memanggilnya suhu. Tapi hatinya hancur tanpa etalase, jiwanya poranda tanpa bentang panggung pembeberan. Tak tahu, bersama siapa musti berbagi duka. Dalam dirinya masih bergemuruh rindu mencium tangan kekasihnya seusai shalat subuh dilaksanakan. Dan kekasih itu pun bayang fatamorgana, tiada jelas di mana sosoknya.

Hari ini ia kembali pulang kampung halaman. Tapi tahun-tahun menyesakkan dada mulai luruh bersama perguliran musim. Hatinya kini taman untuk bunga cinta mempesona. Jiwa perempuannya senandungkan lagu keindahan surga. Terjawab sudah segenap tanya, tentang kekasihnya. Perempuan ini ternyata ratu yang bertahta di singgasana hati kekasihnya. Hadir ke kampung halamannya kini, ia merasakan dirinya bidadari, menari bersama bintang, planet dan rembulan.

Ia memang masih menoleh ke kiri dan ke kanan, saat pergi dari kampung halaman dan saat datang ke kampung halaman. Tapi kini ia menoleh dengan kejelasan makna dan arti, dengan senyum bahagia. Cinta yang tak sampai hanyalah sekadar kategori. Perempuan ini telah meraih makrifat cinta.

Depok, 8 Juli 2010

ANWARI WMK


(17)

KOTA YANG SEKARAT

perempuan berdiri di pusar keramaian kota. baru saja jemarinya terlepas dari gengam jemari kekasihnya. ia kini dalam ramai membingungkan, tak kuasa mengerti arah mata angin, asing dari segenap puspa rupa, hilang tambatan jiwa. hanya ribuan kaki berderap-derap, dan kekasihnya bergegas kian menjauh. jauh dan kian jauh, dengan asa yang kian tak dimengerti.

dua puluh tahun perempuan itu meratapi takdirnya. masih jua terkenang, drama pelepasan jemarinya dari jemari kekasihnya. ada perih menganga dalam jiwa batin terdalamnya. ia terus diburu tanya, mengapa dibiarkan terbelenggu sunyi dalam kota yang tak henti bernyanyi. ia terdesak pilu oleh kota yang sontak sekarat untuk jiwanya yang merindu cinta.

tapi dua puluh tahun kemudian, perjumpaan terjadilah. ia kini saksi bagi luka batin kekasihnya. ia tak sendiri meratapi takdir cintanya. ia kemudian tahu kekasihnya telah berjalan di puncak-puncak gunung untuk sebuah makna. ia pun lantas tahu, kekasihnya telah menulis sajak-sajak cinta yang menyuarakan keabadian rindu terhadap dirinya yang syahdu.

pada dua puluh tahun lampau, hati perempuan ini ngilu oleh kota yang sekarat. pada dua puluh tahun kini, hatinya perih oleh torehan duka sang kekasih dalam sajak-sajak cinta nan memukau.

untuk kekasih yang baru kembali, perempuan itu pun masih meneteskan air mata. masih. dan masih akan.

Jogja, 3 Juli 2010

ANWARI WMK



(18)

REMBULAN BERGAUNG PINK

ada rembulan di sudut awan
bergaun pink sepatu hitam
aku cocok, ucapnya
ya sangat pas, sambut bunga
di lereng-lereng bukit

dan pohon-pohon dengan
bayangnya
tak lagi rindu rebah
tersebab rembulan bergaun indah.

tapi, pada gundah udara lepas
burung malam bersaut tanya:
siapa minta bergaun pink?
oh sebuah pinta,
amboi romantisnya.

rembulan pun bersahut
jawab:
seorang penyair yang
lara hatinya
memohon pinta agar
kubergaun pink.

siapa penyair?
mengapa sudi, engkau berbagi?

oh
dia kasih hatiku yang
berkelana di pucuk-pucuk
gunung
dan
selalu pulang ke rumah puisi

dia kasihku
walau jemarinya
tak pernah menyentuh
jemariku

dia kasihku
yang terus mengukir
keabadian rindu

Jakarta, 29 Juni 2010

ANWARI WMK




(19)

REL KENANGAN

sepasang rel kereta membentang dari timur ke barat. sejauh mata memandang, alam terlukis indah. tuhan telah ciptakan kecantikan alam di sepanjang bentangan rel itu. di kejauhan barat sana, kelokan rel menembus masuk panorama penuh pesona.

kini, di atas bentangan rel itu, perempuan muda hamil muda, menjejakkan kakinya berjalan dari barat ke timur. dengan berlepas terompah, kedua kaki perempuan itu perlahan meniti sebatang rel. ia seperti terhuyung, dan lantas menggapai keseimbangan. ketawanya pecah renyah, di pagi nan cerah. dan di kejauhan timur sana alam menyambutnya dengan rona keindahan memukau.

kepada lelaki terkasihnya, perempuan itu berkata, “wahai suamiku. di sini dulu aku bersama sahabat. berjalan antara menuju dan pulang sekolah. kami lempar sepatu sejauh kami mampu. lalu kami berlari secepat mampu di atas bentangan satu rel, demi mendapatkan kembali itu sepatu. kami kembali lemparkan sepatu. dan kembali kami kejar itu sepatu. di atas bentangan rel yang satu. bertahun-tahun kami meniti rel ini, antara menuju dan pulang sekolah. bertahun-tahun. ya bertahun-tahun.”

lelaki kekasih perempuan itu terkesima, lantas turut menjejakkan kaki di atas bentangan rel sebelah kiri. mereka kini saling berpegang tangan. saling menguatkan diri satu sama lain. saling meniti rel, beriring gerak ke arah timur. tawa kembali pecah renyah, di antara mereka berdua. cakrawala pagi hari merona kian indah dan burung-burung bernyanyi kian merdunya. kini perempuan itu bahagia seperti di masa kanak-kanak dulu.

oh cinta. oh alam. oh rel kenangan.

1977-2010

ANWARI WMK




(20)

WESEL POS

seperti awal bulan yang tlah lalu
pada sebuah kota besar
lelaki urbanis baru
kebingungan di kantor pos

di tangannya tergenggam
dua lembar wesel pos
satu untuk ibundanya
di kampung halaman
satu lagi untuk seorang gadis

tapi di mana alamat gadis itu
di mana?
lelaki itu sungguh hilang
arah mata angin

tatkala wesel pos untuk sang bunda
terkirim
seperti bulan-bulan kemarin
ia masih jua menggenggam erat
wesel pos untuk sang gadis

lelaki itu sadar.
hingga tinggalkan kampung halaman
belum jua mengucapkan kata cinta
tapi batinnya terus berkata
gadis itu belahan jiwanya
ia ingin berbagi rahmat
dari cucuran keringat
keriuhan kota besar
tapi, di mana gadis itu?
di mana?
ia lalu menyanyikan senandung
keabadian rindu
saat memandang tiap lembar
wesel pos

duapuluh satu tahun berlalu
tersingkaplah kisah merana pilu
tentang selembar wesel pos
tak terkirim ke tujuannya
demi mendengar kisah itu
sang gadis yang kini paruh baya
bertetesan air mata

dalam bentang waktu paralel
duapuluh satu tahun lampau
gadis cerdas itu terlunta
saat mengais ilmu
di perguruan tinggi
sementara ruang batinnya
penuh sesak bayang kehadiran
lelaki itu

kini
lelaki dan perempuan itu sadar
tuhan tlah
membentangkan sinyal cinta
demi mempertautkan eksistensi
dua hati
tapi takdir tetap menyeret mereka
masuk ke dalam pusaran
cinta tak sampai

wesel pos,
betapa engkau sesungguhnya saksi
'tuk sebuah cinta berlinang airmata.
ooh..... wesel pos

1989-2010

Catatan:
Terima kasih kepada seorang kawan yang bercerita tentang tangisan dirinya setelah mengetahui kisah tentang wesel pos seperti tertuang dalam sajak ini. Berbahagialah engkau kawan memiliki cinta sejati, meski dalam kehidupan di dunia kini, itu adalah cinta tak sampai.

ANWARI WMK




(21)

MAWAR MERAH 

hujan malam kelam. seorang lelaki menjejak kampung halaman. ia mengulang rasakan ingatan tiada lapuk masa silam, air dingin tercurah dari langit tanpa bintang. batin laki-laki itu berkata: kini kukembali menginjak bumi aku dilahirkan. ooh kelam, ooh hujan, ini kenali kembali diriku, kenali, seperti di zaman kanak-kanak dulu. 

getar suara batin laki-laki itu bersimpang sauh suara halilintar, membentur-bentur langit malam.

tatkala subuh menyeruak, hujan menjemput reda. waktu bergulir. mentari tersungging cahaya. tiba-tiba, lelaki pengelana berjalan menuju puncak bukit, menyibak rerumputan basah air hujan. burung-burung kian riuh, senandungkan pesona pagi hari. burung-burung telah dipahamkan angin, tentang sosok lelaki itu, pujangga yang tiada henti melukis langit dengan keagungan kata-kata. maka, untuk sang pujangga, ada ucap selamat datang, sekumpulan burung gembira berlompatan dari dahan ke dahan.

di puncak bukit, lelaki itu duduk di atas batu hitam. ia tatap takzim kembang mawar merah, tumbuh seiring musim berganti. kian lama ia tatap, kian tergurat ingatan, untuk siapa sesungguhnya mawar merah ditanam. bertahun lampau, batang mawar merah ditancapkan sebagai prasasti cinta sang pujangga terhadap putri kedaton. bergulir dalam resah, tak mampu mengucap kata bersulam cinta. sang pujangga hanya mampu berucap: ooh bunga kedaton, betapa tinggi engkau, tak mampu kumenyentuhmu.

saat mentari kian meninggi, lelaki itu mengeluarkan secarik kertas, dari saku celananya. ia lantang membaca frase demi frase:

"wahai mawar merah. dulu kutanam engkau sebagai prasasti cinta tak sampai. kuterjerat simpul keliru, tentang diri bertepuk sebelah tangan. sekarang kuceritakan padamu wahai mawar merah, tangis bunga kedaton menggetarkan langit dan galaksi. ia meminta kepada sang penguasa waktu agar sebelum ajal tiba mereguk kesempatan mengungkapkan cinta kepadaku, dan merasakan keagungan cinta meski hanya satu jam saja. hai mawar merah, kini segalanya telah terpahamkan, cinta itu sesungguhnya sampai. wahai mawar merah, saatnya kini engkau menari bersama pergantian musim, sebab engkau kini saksi antara hatiku dan hati bunga kedaton, terjalin kasih 'tuk kehidupan abadi di akhirat kelak".

tiba-tiba alam sunyi. angin berhenti mendesau. burung-burung sontak diam membisu. di atas bukit itu sang pujangga meneteskan airmata purba, untuk sisa hidup di alam fana.

1990-2010 

Catatan:
Sajak ini diilhami kisah cinta seseorang yang turut diharu-biru oleh rilis lagu "Satu Jam Saja" yang dinyanyikan Asti Asmodiwati pada dekade 1990-an. Tokoh dalam sajak ini kembali meneteskan airmata tatkala dirilis film “Satu Jam Saja” (2010).

ANWARI WMK




(22)

CINTA SEJATI

Gemuruh runtuh sisa air hujan 
dari riak daun pisang, 
hanya memulangkan kembali 
ingatan 
terhadap pesan purba tentang
semayam di ketinggian.

Kepada Dasta, 
para tetua telah sejak lama berkata
ihwal pucuk-pucuk pohon pinus
dengan tetes air hujan 
yang enggan bersua bumi, 
sebab memang termaktub rindu
bersemayam di pucuk-pucuk pinus.

Para tetua lalu berkata 
kepada Dasta: 
"Jangan tunggu musim berganti,
segerakanlah dirimu menjadi 
titik air hujan 
di pucuk-pucuk pinus, 
lalu engkau
bertukar senyum 
dengan bianglala".

Tapi,
hingga sore ini, 
Dasta masih seperti kemarin dulu,
hanya duduk di pelataran,
menyaksikan air hujan 
merintik ringkik bersentuh bumi, 
dan aneka kembang 
bersorak kegirangan. 

Dasta lalu berkata dalam 
hati tergetar rindu: 
"Tak mungkin sekarang 
aku bersemayam 
di pucuk-pucuk pinus, 
sebab masih akan ada 
beribu kali hujan,
beribu kali petir berdentum  halilintar
sebelum lelaki kekasihku 
hadir dan membawaku bersama
menjadi titik air 
di ketinggian pohon pinus
dan lalu kami menari
dari pucuk ke pucuk."

2010

ANWARI WMK




(23)

TIKUNGAN

setiap melewati
tikungan jalan itu
setelah
jembatan kembar itu,
aku selalu mengenangmu
saat kita dulu
masih
sama-sama remaja.

tahukah engkau
di tikungan jalan itulah
untuk
pertama kalinya
di suatu siang,
aku terpesona
pada bulu lembut
di keningmu.

tahukah engkau
bulu lembut
di keningmu
seindah bunga lotus
yang tumbuh
di taman surga.

tahukah engkau
bulu lembut
di keningmu
mengukir
kebahagiaan abadi
dalam bening jiwaku

tahukah engkau
bulu lembut
di keningmu
menghiasi puisi-puisiku,
bertahun-tahun kemudian.
hingga setiap getar penaku
seirama tarian bulu lembut
di keningmu itu

2010

Catatan:
Puisi ini setting ceritanya di SMA Negeri 1 Jember dan sekitarnya pada dekade 1980-an.

ANWARI WMK




(24)

LARON DAN REMBULAN

saat gelap berteman
lampu temaram
waktu mengiris sukma
dari detik ke detak
jantung berdengup
aorta tersengal
menatap puisi-puisi
cinta
tercecer di taman-taman
bunga

sekumpulan laron
menanya rembulan
siapa pemilik puisi-puisi
cinta
tercecer di taman-taman
bunga

rembulan menjawab:
“itu puisi-puisiku
kubiarkan tercecer di
taman-taman bunga
agar tiap manusia paham
takkan ada cinta
sia-sia”

sekumpulan laron kembali
bertanya:
“wahai rembulan
jelaskanlah segenap maksud
ucap katamu
kami bangsa laron
rindu pengajaran
makrifat cinta”

kata rembulan:
“ku hanya mampu
menggapai hati kekasih
sejatiku.
dia berjalan bersama
pelangi
ke ujung dunia cita-cita
aku terus terguncang rindu
berkawan kelam malam.
saat rinduku menggeliat
mendadak tertulis
puisi-puisi
yang lantas tercecer
di taman-taman bunga
dan kalian membacanya
dengan keindahan
menggeletar
sungguh tak ada cinta
yang sia-sia”

2010

ANWARI WMK