Selasa, 30 September 2014

Tangkai Rindu

TANGKAI RINDU

Di penghujung September
Saat waktu tercabik sunyi
Seorang lelaki menggenggam
Setangkai mawar merah
Bersama jiwa rona pesona
Berjalan tegap di antara
Teduh pepohonan rindang

Kala langkahnya sampai
Di stasiun kereta api
Ia menatap orang-orang
Berkerumun mengepung
Kertas ukuran jumbo
Tertempel di dinding kusam
Dan suara lantas terpekik
Demi menyibak kabar
Kereta api tercabik maut
Di antara liuk rel dan rangkaian

Lelaki itu lantas tertunduk
Membisu tanpa kata
Hati dan jiwanya koyak
Serupa serpihan kaca retak
Runtuh airmatanya
Sempurna membasahi
Setangkai mawar merah

Dalam lipatan tahun
Ia masih terkenang
Senyum perempuan bidadari
Berpayung merah jambu
Menggenapi segenap relung waktu
Meski kian mengiris pilu duka
Dalam cekak kemarau sukma
Perih pedih tak bertapal batas

Sebelum wafat,
Lelaki itu menulis sepotong sajak:
“Tentang bunga cintaku
Abadi selamanya
Bertangkai keindahan rindu”

(September 2014)

ANWARI WMK

Catatan: Untuk seorang sahabat yang telah wafat. Kawan, menangis aku saat menulis sajak ini. Semoga bahagia engkau di dunia sana, bersama sang bidadari yang selalu engkau gambarkan: “senang berpayung merah jambu”.

Rabu, 10 September 2014

PENYIRAM MAWAR MERAH

PENYIRAM MAWAR MERAH

Lelaki itu berdiri kokoh
Di puncak ketinggian bukit hijau
Ia memandangi kejauhan lembah
Menatap sosok seorang perempuan
Menyiram berkuntum-kuntum
Kembang mawar merah

Seekor burung, terbang
Datang dari lembah
Menuju ketinggian puncak bukit
Untuk memberi mahkota pekabaran
Maka, berkatalah sang burung:

“Tahukah engkau, wahai lelaki
Saat perempuan itu menyiram
Kembang-kembang mawar merah
Dia menyiram bersama perih
Sambil bersenandung pedih
Menyanyikan puisi-puisi cinta
Puisi goresan penamu”

Demi mendengar kabar itu,
Tubuh sang lelaki bergetar
Wajahnya menunduk
Menatap tanah rerumputan
Tapi ia musti memenuhi takdir
Berjalan mengapai zona jauh
Menjejak pelataran panjang
Menerobos debu,
Menginjak lumpur,
Menentang angin
Dan halilintar
Ia terpilin kelana
Tak berujung akhir

Dan bila gerimis tiba
Sejenak ia menghentikan langkah
Berteduh secara sederhana
Lalu kembali menulis puisi cinta
Puisi untuk perempuan
Si penyiram mawar merah

[Gorontalo-Jakarta, 8 September 2014]

ANWARI WMK

Sabtu, 06 September 2014

Negeri Wadipalapa

NEGERI WADIPALAPA

Aku asing di Negeri Wadipalapa
Datang bersama teropong falsafah
Agar paham lipatan-lipatan hakikat
Tentang detak peradaban
Gorontalo yang lampau

Di segenap penjuru mata angin
Kutatap ketersusunan hayat
Di balik debu realitas manusia
Ada komando kepemimpinan
Dan kawula rapi berderap

Kala senja di atas bukit
Kuberucap kepada diri
Ihwal dua hayat berlapis
Terpisah
Tanpa saling intervensi
Dekat tapi jauh
Jauh tapi dekat

Aku asing di Negeri Walipalapa
Mengais butiran-butiran makna
Dari laut dan gunung
Dari batu dan pohon
Ternyata, aku belum khatam
Belum! Belum!

(Bongo, Gorontalo, September 2014)

ANWARI WMK