Selasa, 23 Agustus 2011

Puisi "SAMUDERAMU" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

SAMUDERAMU

selembar kertas melayang
tertiup angin musim kemarau
sepasang merpati
menangkap itu kertas
dan lalu membaca setiap
kata dan kalimat:

"sejak awal waktu
hatimu adalah samudera.
aku berlayar
di samudera itu
sambil membawa
sekuntum mawar merah

tapi
hingga menjelang
akhir waktu
engkau masih
tak paham
ihwal hatimu yang
samudera
ihwal aku yang
terus berlayar
di samudera itu"

usai membaca
kata dan kalimat itu
sepasang merpati
saling memandang
meresapi makna keagungan
samudera cinta

jakarta, agustus 2011

Sabtu, 20 Agustus 2011

Puisi "KERAJAAN CINTA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

KERAJAAN CINTA

dalam hati perempuan itu
tertoreh atlas kerajaan cinta.

seperti dimashurkan kisah
dalam embusan angin purba
kerajaan cinta itu tegak bersama
pohon-pohon berbuah anggur
meronakan kelok berliku
sungai-sungai keabadian

menggapai secercah pagi
bersama senandung burung-burung
perempuan itu bersepeda
melintasi jalan menurun mendaki

kian kencang ia bersepeda
rambutnya semakin berkibar-kibar

kini pada keningnya
timbul tenggelam terlukis kerut
dan tergambar jelas di sana
pesona keagungan
kerajaan cinta

wahai engkau perempuan
membubung tinggilah sukmamu
bersama degup kerajaan cinta
dan pada dirimu
terpelihara mahkota rindu

Cilandak, Agustus 2011

Kamis, 18 Agustus 2011

Puisi "GALAKSI" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

GALAKSI

Seandainya kumampu hinggap
Di pucuk-pucuk pohon bambu
Kubangun kerajaan puisi di sana
Bersama senandung lagu
Angin yang semilir

Sepanjang zaman penuh gelisah
Aku bosan melompat-lompat
Dari pohon tauge ke pohon tauge
Saatnya menggapai keagungan
Bersemayam di pucuk-pucuk
Pohon bambu.

"Tapi kutakmampu"
Ucapku pada pohon ilalang
"Tak mampu sekadar melompat
Dari pucuk-pucuk tauge
Menuju pucuk-pucuk bambu"

Pohon-pohon ilalang pun berkata:
"Masih terlampau besar kodrat
Talenta pemberian Tuhan
Cuma seperempat kodrat
Engkau manfaatkan
Memintal memilin kebaikan.
Bahkan engkau mampu berlompatan
Dari galaksi ke galaksi
Tapi engkau lupa, abai, lalai"

Usai mendengar ilalang berkata
Kuurungkan niat bertahta
Di atas pucuk pohon bambu
Kini kumemilih berkelana
Dari galaksi ke galaksi
Bersama rakyat puisi
Ya bersama rakyat puisi.

Ramadhan 2011

Rabu, 17 Agustus 2011

Puisi "KEMERDEKAAN" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

KEMERDEKAAN

Rembulan kusam semalam
Padahal kepada rembulan
Janji kemerdekaan dititipkan
Agar sebuah bangsa
Jangan tertelikung abadi
Dalam kedunguan

Siang ini
Matahari pucat pasi
Padahal kepada matahari
Kemerdekaan sebuah bangsa
Dipatrikan menjadi
Suluh kebudayaan
Agar bangsa itu paham
Segala penjuru mata angin peradaban

Ketika rembulan kusam
Saat matahari pucak pasi
Masih adakan kemerdekaan itu?
Masih adakah?

Hingga upara bendera menebar
Di hamparan Nusantara
Rembulan dan matahari
Belum jua memberi jawaban
Belum

17 Agustus 2011

Selasa, 16 Agustus 2011

Puisi "REMBULAN DALAM PELUKAN" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

REMBULAN DALAM PELUKAN

malam kian berselimut gelap
saat separuh tubuhku masih
bergelantungan di pintu bus kota
jalanan serasa panjang berliku
seperti takdirku dari sejak dahulu
panjang berliku

ada suara terpekik pada
sudut batin terdalam,
menampik segala
kepongahan ruang waktu
melibas kehendak yang diri
tunaikan segenap janji
paripurnakan sekuntum puisi
yang kelopaknya hilang
tertelan sepi

"ayo takdir," ucapku dengan garang
"segerakan aku sampai pada
altar penentuan makna
kertas pena telah lama
menunggu totalitas ikhtiarku
paripurnakan sekuntum puisi"

ternyata, takdir sigap menjawab:
"tataplah langit aras timur,
dari pintu bus kota
saksikan rembulan redup
serupa wajah gadis kala subuh
engkau kenal dia zaman dahulu
saat kalian remaja
itulah sesunguhnya kelopak puisi
yang hilang tertelan sepi"

serupa gelegar cambuk raksasa
bergemuruh di langit malam
takdir telah berkata-kata
aku pun tertegun
menyaksikan rembulan redup
kutatap dia, hingga seluruh diriku
hanyalah roh, hanyalah jiwa
sungguh, itulah kelopak puisi
semula hilang tertelan sepi

kini
dari pintu bus kota itu
rembulan dalam pelukan
diriku
sepenuhnya.

jakarta, ramadhan 2011
malam ke-17

Senin, 15 Agustus 2011

Puisi "LUKA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

LUKA

hanya matahari yang sepenuhnya paham, bahwa antara lukaku dan lukamu, telah sejak lama saling berucap kata. antara lukaku dan lukamu bertahun-tahun telah saling berbagi keluh dan kesah, saling bertutur tentang pedih perih.

pernah suatu ketika aku berkata kepadamu: luka kita melingkupi gunung-gunung, hanya karena perut gunung-gunung itu penuh sesak emas tembaga. pada ketika yang lain engkau berkata: gunung-gunung yang dulu terluka kini tercerabut hingga ke akar-akarnya, hilang menjadi cekungan-cekungan danau yang hadir serupa kelahiran anak-anak haram jadah.

pernah suatu ketika aku berkata kepadamu: luka kita menghampari hutan-hutan, hanya karena segelintir budak kerakusan bersenggama kuasa dengan pejabat-pejabat negara nan culas yang tak pernah khatam mencerna setiap jengkal makna kemakmuran bumi. pada ketika yang lain engkau berkata: hutan-hutan menjerit merintih oleh bara api yang sengaja disulutkan oleh tangan-tangan kasar angkara murka.

pernah suatu ketika aku berkata kepadamu: luka kita membahana di kedalaman samudera biru, sebab ikan-ikan kebingungan dalam perangkap jala nelayan asing. pada ketika yang lain engkau berkata: ikan-ikan telah memberi kesaksian tentang sepak terjang para pejabat terbahak mengipas-ngipaskan uang dollar lalu membiarkan gerombolan demi gerombolan nelayan asing datang silih berganti.

antara lukaku dan lukamu, sungguh, telah sejak lama bertukar ucap dan kata-kata. biarlah matahari saja tahu dan paham luka kita. rembulan, planet dan bintang-bintang, tak perlu paham bahwa lukaku dan lukamu adalah perih di atas perih. esok lusa kita mulai perjalanan antar-galaksi, berburu hakikat menjelajahi rembulan, planet dan bintang-bintang, terbebaskan dari bilur-bilur luka antara diriku dan dirimu.

medio agustus 2011

Catatan Kebudayaan | Nomor 5, Tahun 2011 | "Antara Ideologi dan Teknokrasi"

ANTARA IDEOLOGI DAN TEKNOKRASI

Oleh
Anwari WMK

Tanpa upaya saksama melandaskan diri pada ideologi dan teknokrasi, maka politik akan kian kehilangan makna menjawab problema besar kebangsaan abad 21. Sejalan dengan kuatnya harapan agar demokrasi berfungsi maksimal sebagai fundamen terciptanya kesejahteraan rakyat, politik justru harus memasuki fase reideologisasi. Sebab dengan ideologi, terbentuk Weltanschauung bagaimana masalah-masalah kebangsaan dimengerti hingga ke akar-akarnya. Dan melalui teknokrasi, berbagai preskripsi bercorak knowledge-based lebih mudah dirumuskan sebagai kerangka solusi mengatasi tantangan multidimensi.

Terhitung sejak munculnya karya Henry Aiken (1956), Morton White (1956), dan Daniel Bell (1960), memang tecetus satu kesimpulan umum berkenaan dengan berakhirnya ideologi. Sejak saat itu, para pemikir politik mulai melihat adanya dua model analisis. Pertama, "analisis ideologis", yang dikonklusikan sebagai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan politik kontemporer. Kedua, "analisis rasional" dalam konteks teknokrasi yang diasumsikan relevan dengan realitas politik mutakhir.

Seperti kemudian tak dapat dielakkan, perpolitikan dijalankan dengan berpijak pada asumsi the end of ideology. Agenda-agenda politik sedemikian rupa steril dari perjuangan ke arah terwujudnya cita-cita yang bersifat ideologis. Politik, dalam kaitan makna dengan modernisasi, dikelola semata mengacu pada pandangan yang bersifat pragmatis. The end of ideology lalu dirayakan sebagai momentum punahnya gagasan-gagasan besar dalam bidang politik.

Tetapi manakala disimak secara saksama, the end of ideology di negara-negara industri maju tidak muncul dalam ruang vakum. Dibutuhkan prasyarat-prasyarat spesifik yang memungkinkan sistem politik bergulir memasuki fase the end of ideology. Prasyarat dimaksud adalah kematangan teknokrasi yang sungguh-sungguh mewarnai dinamika sosial dan ekonomi. Melalui orde teknokratis yang telah matang itulah maka pergeseran pendulum lebih dimungkinkan mampu menggantikan analisis ideologis dengan analisis rasional.

Sementara itu, persoalan besar yang mengemuka di negara-negara berkembang tercermin pada pertanyaan: Seberapa tinggi sesungguhnya derajat teknokrasi yang inherent dalam dinamika sosial dan ekonomi? Apa implikasi yang akan timbul sebagai persoalan jika ternyata the end of ideology bergulir dalam sebuah situasi yang diwarnai oleh ketidakmatangan teknokrasi?

Indonesia merupakan contoh negara berkembang, di mana politik tanpa ideologi menemukan aksentuasinya secara gegap gempita. Tetapi dalam waktu bersamaan, teknokrasi belum mendapatkan tempat semestinya dalam pelataran sosial dan ekonomi. Aneh bin ajaib, politik tanpa ideologi lalu beriring sejalan dengan ketiadaan teknokrasi. Sebagai akibatnya, pragmatisme politik pada ranah kekuasaan tak dapat diimbangi oleh kedigdayaan teknokrasi.

Tak pelak lagi, Indonesia kini negara demokratis yang ditandai oleh kegagalan menciptakan kesejahteraan rakyat. Kegagalan ini bermula dari tata kelola politik tanpa ideologi dan realitas sosial ekonomi tanpa teknokrasi. Keluh kesah yang kian meluas kini: ketiadaan ideologi mengondisikan partai-partai politik tanpa kejelasan diferensiasi satu sama lain. Bersamaan dengan tak adanya teknokrasi, partai-partai politik menyongsong pelataran masa depan bangsa ini dengan membawa serta kepentingan-kepentingan super pragmatis.

Dalam dialektika demokrasi kini, Indonesia membutuhkan ideologi dan teknokrasi. Ideologi dibutuhkan sebagai landasan pijak menjawab tantangan globalisme berhadapan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Teknokrasi dibutuhkan, agar sepenuhnya tercipta kapasitas inovasi dan solusi masalah secara knowledge-based. Ideologi yang bersenyawa dengan teknokrasi itulah sesungguhnya opsi logis untuk keperluan mengawal demokrasi agar sepenuhnya mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Bertitik tolak dari kompleksitas yang tak terelakkan oleh adanya heterogenitas sosio-kultural, rekayasa politik di Indonesia tak mungkin menduplikasi pola yang berjalan di negara-negara maju, yaitu menggeser analis ideologis dengan analisis rasional. Dalam setting Indonesia, distingsi antara analisis ideologis dan analisis rasional tidaklah bersifat arbitrer. Keduanya sama-sama dibutuhkan agar demokrasi sepenuhnya mampu berfungsi sebagai landasan pijak bagi terciptanya kesejahteraan rakyat. Ketidakbermaknaan demokrasi kini mutlak diatasi oleh politik yang berpijak pada ideologi dan sekaligus bertakzim pada teknokrasi.[]

Sabtu, 13 Agustus 2011

Puisi "PRIMITIF" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

PRIMITIF

hingga menjelang tengah malam, bocah itu sendiri semampu bisa menuntaskan pekerjaan rumah, saat hujan deras runtuh di halaman, saat orang-orang tua terbelenggu panggilan purba untuk tidur dengan segera. bocah itu masih teringat nasehat ibu guru, agar jangan keliru merangkai definisi ihwal satu kata musti dipahamkan hakikatnya: primitif.

bocah itu lalu membuka kamus, dan lantas menemukan kata primitif serta mencoba memahamkan maknanya: keadaan sangat sederhana, belum maju, kuno, terkebelakang, biadab. ia pun teringat film zaman purba, hidup bersama puspa rupa primitif, manusia memangsa sesamanya. kini ia tersenyum, sebab sudah telah menemukan jawab untuk sebuah pertanyaan dari ibu guru.

tapi sontak, jiwa batin bocah itu bergemuruh tanya. di televisi orang-orang baru saja berdebat membincangkan partai politik sarang korupsi, dan lalu bersepakat pada kesimpulan: para tokoh partai politik adalah segerombolan manusia primitif, bengis teramat bengis. sungguh, bocah itu terperangah demi menatap mendengar perdebatan di televisi. ia mulai ragu pada makna kata primitif seperti tertera dalam kamus.

hingga kemudian terlelap dalam tidur, jiwa batin bocah itu masih dilanda gemuruh tanya penuh muskil: mengapa nanusia-manusia primitif datang bergerombol dan memenuhi setiap sudut, setiap pojokan, setiap ruangan, dalam partai politik.

ramadhan 2011

Senin, 08 Agustus 2011

Puisi "KESAKSIAN" | Karya Anwari WMKWMK

Puisi Karya
Anwari WMK

KESAKSIAN

sejak beribu tahun lampau ruhku telah diajarkan angin musim memahami makrifat ihwal Engkau bersemayam pada segenap relung hati manusia. sebab, Engkau memang dekat, dekat dan teramat dekat dengan seluruh getar-gemetar batin manusia. pada setiap diri manusia berjasad fana terbentang hamparan luas di hatinya untuk Engkau bertahta dengan membawa serta suara-suara keabadian.

tapi aku pun musti memberi kesaksian: tentang Engkau dalam hati manusia, tersia-siakan oleh barisan kehendak daif termabukan oleh tarian sahwat yang ganjil. dulu angin musim memintaku, agar aku menuliskan seluruh kesaksian itu dalam berjuta lembar kertas, betapa sesungguhnya naif nanusia. aku menolak permintaan angin musim, sebab sendiri aku takkan mampu memahamkan manusia dengan segenap kerlap-kerlip kepelikannya. bukankah aku juga daif dalam sapuan warna manusia?

pada malam ramadhan bersama rembulan separuh sempurna, angin musim kembali memintaku menorehkan kesaksian demi kesaksian. aku tak mampu menyanggupinya, meski jari-jemariku sontak menggenggam pena bergerak liar di semesta hamparan kertas menorehkan segala ihwal mengapa manusia melawan hatinya sendiri dan lalu meninggalkan Engkau dan manusia pun berputar-putar dalam labirin kebingungan tak berbatas.

angin musim pun lantas berkata: "selamat datang di relung-relung kesaksian, semoga setiap kata tertorehkan bersama cahaya memancar dari kitab keabadian".

jakarta, ramadhan 2011

Kamis, 04 Agustus 2011

Puisi "KATA-KATA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

KATA-KATA

Kata-kata profetik
lahir dari
rahim puasa hakiki.
Puasa di atas puasa,
puasa melampaui puasa.

Maka,
kata-kata profetik,
terus menyemburat
lazuardi makna,
di sepanjang bulan,
hingga Ramadhan
kembali datang
bersama senandung cinta
burung-burung dara

Tapi sayang,
kata-kata profetik,
tak pernah hinggap
di pelataran luas
kesadaran membuncah
kaum politisi.
Tak pernah.
Tak.
Tak.
Tak.

Ramadhan 2011