Jumat, 16 Desember 2011

Puisi "ARWAH PUJANGGA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

ARWAH PUJANGGA

Usai sudah pujangga itu
Melintasi titian sakaratul maut
Arwahnya yang penghabisan
Terlepas bebas dari jasad

Arwah itu kini melesat
Menjelajahi semesta jagad
Bersama balada langit biru
Berkelana dari galaksi ke galaksi

Kepada gugusan bintang-bintang
Arwah itu mengisahkan hikayat tentang
Perempuan berselendang sutera
Pesonanya dalam kehidupan dunia
Semburatkan inspirasi
Tertorehnya sajak dan puisi

Tapi hingga sang pujangga
Pulang menuju rumah keabadian
Perempuan berselendang sutera
Tak pernah paham
Nyanyian jiwa sang pujangga

[2011]

Puisi "DARI WALAU KE WALAU" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

DARI WALAU KE WALAU

Di bawah langit walau
Berjalan di atas titian walau
Sambil senandungkan lagu walau
Mendamba hidup yang walau

Pada hari walau
Pada waktu walau
Bersua manusia walau
Terbincanglah politik walau
Dengan politikus walau
Terucaplah ekonomi walau
Bersama saudagar walau

Di sekolah-sekolah walau
Lagu kebangsaan walau
Terkumandangkan menjadi walau
Oleh murid guru walau

Dan hidup yang walau
Bergerak dari walau
Ke walau
Segalanya hanya walau
Walau dan walau

Ooh . . . . . . . . walau
Sampai kapan kau cekik kami
Hingga segalanya cuma walau

[2011]

Selasa, 13 Desember 2011

Puisi "KERETA AIRMATA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

KERETA AIRMATA

Kata-kata sudah terucapkan
Waktu telah pergi
Momen telah berlalu
Angin hilang bersama isyarat

Hanya dirimu terus terpaku
Di bantaran rel kereta itu
Dengan lambai terus melemah
Lambai kian tak sampai

Saat semburat rindu tertiup kalut
Kekasihmu pergi tertelan kabut
Bersama segenggam cinta
Dalam puisi bercahaya

Hari ini engkau genap
70 tahun
Dipapah para cucu
Kembali berdiri terpaku
Di bantaran rel kereta itu

Sukmamu hanya hendak
Berkata:
"Cinta sejati itu ada
Dan rel kereta ini penandanya"

Ooh perempuan tua
Ooh kereta airmata
Kalian legenda
Kesejatian cinta

[2011]

Catatan:
Untuk seorang kawan ihwal neneknya yang menggenggam keabadian rindu.

Minggu, 11 Desember 2011

Puisi "DESEMBER RESAH" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

DESEMBER RESAH

Pada Desember yang basah
Bunga-bunga menari bersama hujan
Tanah bebatuan mengubah
Setiap air menetes
Menjadi perkusi keindahan

Tapi seorang perempuan tua
Jiwanya masih gulana
Oleh sepucuk surat lama
Dari lelaki berjiwa samudera
Kini di alam barzah

Pada sepucuk surat lama itu
Lelaki itu
Berucap tentang keabadian rindu
Terkulai dalam gemuruh takdir
Cinta tak sampai

Desember yang basah
Telah sepenuhnya berubah
Menjadi Desember resah
Dan perempuan tua itu pun
Kembali meruntuhkan
Airmata.

[2011]

Kamis, 08 Desember 2011

Puisi "BOCAH" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

BOCAH

Menjelang tidurnya
Seorang bocah bertanya
Pada bapaknya:
"Mengapa musti
doa dikabulkan?"

Sang bapak menjawab:
"Itu tanda dan isyarat
Tuhan memang
Maha Pengasih
Maha Penyayang"

Bocah itu lantas terlelap
Dalam kedamaian tidur

Dan saat
Terbangun dari tidur
Ia lantas berdoa:
"Tuhan,
Jangan pernah
Engkau pensiun
Menjadi
Maha Pengasih
Maha Penyayang"

[2011]

Puisi "LIANG LAHAT" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

LIANG LAHAT

Setelah membeku sebagai jasad
Tubuhnya mewangi di liang lahat
Berminggu-minggu kemudian
Bunga-bunga tumbuh bermekaran
Pada gundukan hamparan tanah
Di atas itu liang lahat
Bertahun-tahun kemudian
Orang-orang paham ihwal pusara
Bermahkotakan bunga-bunga
Seratus tahun kemudian
Anak-anak muda bertanya hikmat
"Siapakah gerangan dia
Terbaring abadi di ini pusara
Bersama keindahan bunga-bunga"

Dengan mata berkaca-kaca
Perempuan tua menjawab:
"Dia pencinta sejati ilmu
Tulisan dan risalahnya lirih
Membedah pedih perih
Sukma yang terus meredup
Compang-camping negerinya"

Akhirnya, anak-anak muda paham
Langit memberi penghormatan
Kepada dia yang terbaring
Di pusara itu
Sejak seratus tahun lalu

[2011]

Selasa, 06 Desember 2011

Puisi "TIMUN SENJA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

TIMUN SENJA

Pada suatu senja di bulan Desember
Lelaki paruh baya menyantap
Potongan-potongan timun
Sontak sukmanya melayang
Menjangkau masa nan lampau
Saat ia masih bocah

Di masa nan lampau itu
Ia bersama nenek
Di hamparan sawah
Berselimut tumbuhan timun
Hingga senja datang
Bocah itu masih
Memakan buah timun

"Kelak di masa depan"
Ucap sang nenek
"Senja turun di pelataran kota besar
Dan engkau memakan timun
Persis serupa senja sekarang ini
Pada relung demi relung kota besar
Engkau tiada lelah mengais makna
Berkawan bait-bait puisi
Bersama buah-buah timun"

Pada wajah teduh neneknya
Lelaki paruh baya itu mengenang
Lalu dari bibirnya terlantun doa
Untuk sang nenek di alam barzah

Dalam getar sukma teraduk rindu
Lelaki itu meneteskan airmata
Dan airmata itu pun tumpah
Di palataran senja kota besar

[2011]