CATATAN TENTANG AIRMATA
hari ini kutemukan catatan tentang airmata rindu terselip di antara barisan buku-buku di perpustakaan yang tembok-temboknya bercat semburat biru beludru
pada catatan itu tergores aksara purba berkisah tentang takdir suatu bangsa pada suatu masa, dalam cengkraman musim yang tak pasti
bumi pada bangsa itu adalah hamparan hijau untuk tumbuhnya puspa ragam pohon, dalam lambungnya tersimpan mineral, karbon, batu-batu permata
tapi, bangsa itu kerdil oleh bonsainya cita-cita kaum pemimpin yang hanya lihai menggelembungkan kekayaan harta benda untuk diri sendiri, untuk pengagungan diri sendiri
terus menatap catatan tentang airmata rindu, pelan perlahan batinku menggelegak, hingga lalu menggelegar erupsi jiwa, dan aku tak sanggup lagi memasung teriak, tak kuasa menahan ledakan kata-kata: "revolusi belum selesai. revolusi belum selesai. revolusi belum selesai . . . . ."
kini, perpustakaan berbiru beludru terguncang-guncang, terhuyung-huyung, segala isinya berserakan, serupa hantaman lindu.
dan anehnya, setiap orang dalam perpustakaan itu pun meneriakkan ucap kata yang sama: "revolusi belum selesai. revolusi belum selesai. revolusi belum selesai . . . . ."
sejenak kemudian, mereka menggapai jalanan besar ditingkahi ramai lalu lintas, dan mereka pun masih terus berteriak: "revolusi belum selesai. revolusi belum selesai. revolusi belum selesai . . . . ."
(Februari 2014)
ANWARI WMK