14 PUISI RAMADHAN 2013
Pengantar:
Selama Ramadhan 2013, berhasil ditulis 14 puisi. Berikut ini saya himpun puisi-puisi tersebut, dengan harapan semoga bermakna disimak.
Kepada semua pencinta puisi, salam sastra.
(1)
HAI CINTA
Dulu, saat rambutmu
Tertiup angin
Engkau bertanya kepadaku:
"Adakah realitas hidup
Membuatmu bahagia?"
Aku menjawab:
"Saat menatap
Bening wajahmu
Kupetik sekuntum
Bahagia"
Engkau lalu tersenyum
Wajahmu sangat cantik
Dan sejak kala itu
Kupanggil dirimu:
Hai Cinta
Kini aku sendiri
Berdiri di tapal batas
Ramadhan
Kembali mengeja ingatan
Terhadap bening wajahmu
Lalu hatiku berkata
Betapa indah hidupku
Pernah mengenal dirimu
Hai Cinta
Telah kuikhlaskan engkau pergi
Menempuh perjalanan jauh
Sendiri menghadap Ilahi
Aku pun sudah tidak lagi
Meratapi kematiamu
Tapi di tapal batas
Ramadahan ini
Hatiku merintih memanggilmu:
Hai Cinta
Hai Cinta
Usai sembahyang subuh
Hatiku masih memanggilmu
Lalu airmataku tumpah
Tak kuasa kutahan
Hai Cinta
Aku bahagia
Bersamamu
Dulu
Hai Cinta
Aku bahagia
Mengenangmu
Kini
Hai Cinta
Aku bahagia
Merindumu
Di akhirat kelak
Hai Cinta
Seluruh tubuh dan sukmaku
Hari ini
Berubah menjadi
Genangan airmata
Airmata untuk
Ketiadaanmu di sisiku
Hai Cinta
Aku terus memanggilmu
Hingga di tepian
Ambang Ramadhan ini
Hai Cinta
Hai Cinta
(2013)
ANWARI WMK
Catatan:
Untuk seorang kawan lama. Semoga engkau senantiasa sehat kawan, dalam sergahan usia kian menua. Puisi ini kisahmu, kawan. Kisahmu.
(2)
JAGAD SEMESTA CINTA
Kutatap hatiku,
Jagad membentang alam semesta
Kujelajahi hatiku, yang kutemui
Pohon-pohon rerumputan cinta
Batu-batu, gunung gemunung cinta
Angin bertiup senandung cinta
Tanah lumpur tundra cinta
Di segala penjuru mata angin
Tegak berdiri penanda-penanda cinta
Bersama ribuan bunga berkelopak
Cinta
Seekor kupu-kupu, datang dari surga
Hinggap di penaku, lirih berkata-kata:
"Masih belum pahamkah engkau?
Dalam hatimu adalah jagat semesta luas
Segalanya hanyalah sepenuhnya cinta
Dalam hatimu telah lama hadir
Istana dan kerajaan cinta
Mengapa kau cari cinta yang terserak
Di luar hatimu?"
Saat kupu-kupu kembali terbang
Kutatap pena terhuyung menjelang rubuh
Sebab jari-jemariku tergetar menggeletar
Kini penaku gagap, tak mampu
Menorehkan apa-apa
Tak mampu
Tak
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(3)
TELAGA DI BOLA MATAMU
Bila kubaca kembali
Puisi dan sajak cinta ini
Maka deras kenangku menepi
Di tubir telaga biru
Telaga di bola matamu
Gemuruh rindu selalu
Mengantang segenap jiwaku
Ngilu. Kelu. Layu.
Sebab: rindu bola matamu
Memang, sabda-sabda itu
Mentambur bertalu-talu
Menghentak nyenyak ruh bisu
Agar tak retak kesadaran
Tentang kita adalah fana
Tapi,
Aku hidup abadi
Saat berenang
Di telaga biru
Telaga di bola matamu
Ramadhan ini
Kujelajahi kembali
Seluruh tubir telaga
Di bola matamu
Lalu kubiarkan
Hatiku tertinggal
Di sana
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(4)
KOPI PAHIT PEREMPUAN CANTIK
"Bagaimana aku melupa Ramadhan
Bersama kopi pahit terseduh
Di tangan jari-jemari elok
Perempuan cantik beraroma melati
Kini engkau mengajakku
Menegak kopi pahit
Dalam rinai malam Ramadhan
Hanya mengulang memori lampau
Perempuan cantik beraroma melati"
Itu ucapmu dalam narasi penuh getar
Lalu pandangmu menerawang jauh
Dan di sudut matamu meleleh airmata
Untuk perempuan cantik beraroma melati
Katamu lagi:
"Dia kini tenggelam di samudera diri
Bersama buku-buku tertoreh petuah lampau
Nabi, imam dan orang-orang suci
Tapi ia pun menumpahkan airmatanya
Tak kuasa melupa ingatan terhadapku"
Kawan,
Aku tak mampu berkata-kata
Menilik kesejatian cintamu yang segala
Aku hanya saksi untuk jiwamu terpasung
Rindu kopi pahit perempuan cantik
Perempuan beraroma melati
Seandainya aku dirimu
Maka semesta sajak dan puisi cintaku
Kupersembahkan hanya untuknya
Untuk perempuan cantik beraroma melati
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(5)
JALAN TANPA NAMA
Ia masih melangkah, tanpa henti
Antara menurun dan tanjakan
Hamparan-hamparan jalan
Tanpa nama, tanpa penanda
Bila musim kemarau datang, bertiup
Sekujur tubuhnya gerah
Bila musim hujan datang, bertandang
Menggigil tubuhnya, basah kuyup
Dalam satu lekungan masa
Airmatanya tumpah, tanpa bisa dicegah
Menghayati lampau kelam sekuntum rindu
Terperangkap belukar bisu waktu
Musim kemarau lalu nyanyian
Musim hujan lalu senandung
Perapal tetesan-tetesan airmata
Jatuh mendentang di pelataran takdir
Ia masih melangkah, tanpa henti
Di hamparan-hamparan jalan
Tanpa nama, tanpa penanda
Sebab di sana
Tersembunyi gulungan-gulungan makna
Berselimut debu-debu rahasia
Tentang dirinya dan kekasihnya
Mengapa masih masing jauh
Di geografi berlainan
Hingga Ramadhan ini
Ia masih melangkah, tanpa henti
Di hamparan-hamparan jalan
Tanpa nama, tanpa penanda
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(6)
GADIS RAMADHAN
Setiap Ramadhan tiba
Ia tak pernah rela menjauh
Dari Ayahandanya
Bersama tarian takdir kelam
Rinai pedih duka lara
Dialah gadis Ramadhan
Ya, dialah gadis Ramadhan
Saat usianya belum genap
Sebelas tahun
Bunda terkasihnya wafat
Dalam rona samarak Ramadhan
Sejak kala itu
Dari Ramadhan ke Ramadhan
Selalu tersulih senandung nyanyian
Duka lara untuk Sang Bunda
Bila senja segera datang
Ia pun saksi untuk seonggok duka
Ayahanda menatap langit Barat
Mengenang Bunda yang telah wafat
Dengan suara tergetar nestapa
Ayahanda selalu berkata-kata:
"Sungguh Bundamu masih di sini
Bila Ramadhan menggelayut
Di langit senja
Mari sambut dengan senyuman
Agar cinta abadi tanpa koyak fana"
Oh gadis Ramadhan
Betapa engkau saksi
Untuk kesejatian cinta
Cinta yang berpilin-pilin
Menjadi kidung-kidung rindu
Oh gadis Ramadhan
Bakal tiba saatnya
Engkau pun tertitah takdir
Merajut kesejatian cinta
Cinta yang apa adanya
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(7)
HUJAN RAMADHAN
Dari beranda belakang
Sebaris pesan datang
Terbawa air hujan
Dalam dentang Ramadhan
Tersuar segala asa
Buru-buru aku mendulang
Di atas nampan makna
Sekata demi sekata
"Siapa mampu
Mengunyah perih
Jika tak dentang Ramadhan
Bukankah hayat masih jua
Menyulam bilur lebam
Untuk raga yang fana
Untuk darah yang tertumpah
Untuk jasad yang lepuh
Maka, cari kesejatian dirimu
Dalam Ramadhan karim
Hingga seutuhnya paham
Engkau mulia karena luka"
Kutatap hujan,
Basah segala dedaunan
Kian deras
Semakin deras
Untuk sebaris pesan itu
Aku tak punya
Hujjah kata-kata
Tak punya
Tak
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(8)
NARASI PILU SENANDUNG RAMADHAN
Senandung nyanyian pilu di bulan Ramadhan
bertahun-tahun lalu adalah narasi cinta:
"You make me cry".
Seorang gadis takzim mendengar lagu itu
hingga berpuluh tahun kemudian ia masih
mengingat kenang lagu itu
dan bahkan ingat pada sosok lelaki yang dicintai
tapi tak pernah ia miliki di sepanjang hayatnya.
Ramadhan demi Ramadhan
lalu mengukir memori-memori rindu
di lubuk terjauh jiwanya paling dalam
bersama narasi pilu nyanyian:
"You make me cry".
Ohhhh . . . . narasi pilu.
Ohhhh . . . . Ramadhan sendu.
Masih terus begitukah takdir
duka lara cinta?
bermahkota airmata?
Ohhhh . . . .
(Condet, Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(9)
RAHASIA RAMADHAN
Rahasia cinta seorang pujangga
Dalam lipatan takdir nestapa
Bersemayam jauh di lubuk rindu
Jiwa tertancap di langit biru
Rahasia cinta seorang pujangga
Bermahkota keagungan kata
Pelan terkelupas perlahan
Saat Ramadhan kembali datang
Rahasia cinta seorang pujangga
Bersama elegi Ramadhan senja
Dia masih mengenang memorabilia:
"You make me cry"
Rahasia cinta seorang pujangga
Menoreh airmata menjadi kata
Untuk dia yang pernah berucap:
"You make me cry"
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(10)
PESAN RAMADHAN
Saat Ramadhan kembali datang
Engkau berkirim pesan
Lewat dedaunan-dedaunan pohon
Kata-katamu dalam pesan:
"Cinta adalah ruh, bukan jasad
Cinta adalah sukma, bukan raga
Cinta adalah rindu yang berkelebat
Cinta adalah airmata, seelok safir mutiara
Maka, di setiap helaan nafas
Kusempurnakan cinta kepadamu
Terus kusempurnakan. Terus. Terus.
Hingga akhirnya aku fana
Mengapai jejak balada panjang
Menuju alam keabadian
Dan di surga sana, kita bersua
Seperti saat masih remaja"
Pada hamparan Bumi lain
Dalam taman bunga bersemilir sepoi
Aku lalu menatap setiap pohon
Kucerna, sebatang demi sebatang
Saat menapak keluar taman
Dedaunan pohon rampak berkidung:
"Marhaban, ya Ramadhan
Marhaban, ya Ramadhan
Akuilah keagungan cinta
Junjunglah kemuliaan cinta
Hiduplah dalam kebersahajaan cinta
Lebur luluhlah dalam cinta
Marhaban, ya Ramadhan
Marhaban, ya Ramadhan"
Berjalan kian menjauhi taman
Jiwa batinku tergetar
Tergeriap ruang waktu luka
Cinta yang sembilu
Aku lalu kehilangan
Kata-kata
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(11)
RAMADHAN CINTA
Ramadhanku sepi
Bersama puisi-puisi sunyi
Oh Cinta Yang Maha Cinta
Engkaulah permata jiwa
Hingga setiap sepi
Hanyalah raga
Hingga setiap sunyi
Hanyalah fatamorgana
Kini aku bersua
Sepi yang raga
Sunyi yang fatamorgana
Sementara Cinta
Kian bertahta
Menggunungkan jiwa
Melampaui Himalaya
Dan aku pun damai
Dalam dekap keagungan-Mu
Maka, datanglah engkau
Ramadhanku sepi
Bersama puisi-puisi sunyi
Datanglah!
Datanglah!
(Juli 2013)
ANWARI WMK
(12)
SUNGAI TAKDIR
Seperti sungai
yang mengalir
Takdirmu,
takdirku
Antara hulu
dan muara
air terus mengalir
Serupa takdirmu,
takdirku
Bila di hulu
kita saling
bertukar rindu
Maka di muara
kita saling
berbagi airmata
Seperti sungai
yang mengalir
Takdirmu,
takdirku
Dan Ramadhan ini
kita paham
betapa jiwa adalah
sungai-sungai takdir
untuk rindu
dan airmata
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(13)
AKULAH LAUTAN
tak perlu kucari lautan
agar merdeka berenang
di antara perahu
dan sampan
sebab,
akulah lautan itu
lebih samudera dari
segala samudera
kini, takkan kucari lagi
di mana lautan
sebab,
akulah lautan itu
(Ramadhan 2013)
ANWARI WMK
(14)
GUNUNG SOYA
Di Gunung Soya itu
Menghangat tubuhku
Dalam rengkuh mesra dekapan
Sayap-sayap langit biru
Riang kawanan burung menukil
Halaman-halaman penghabisan
Narasi-narasi purba
Kitab keabadian
Bila nikmat kini teramat sangat
Merasuki segenap jiwa sepiku
Karna kitab keabadian itu
Telah lama kucerna tuntas
Tapi, tiba-tiba
Semilir angin berbisik di telinga
Berkisah tentang tumpah airmata
Musti masih membanjiri sajadah
Pada malam-malam kian menua
Kata semilir angin:
"Bukankah engkau telah
Merengkuh segala berkah
Hingga ruang waktumu penuh
Bergelimang sejuta ilham
Tapi serba terlampau sedikit
Airmatamu tumpah bercucuran
Di atas pelataran sajadah"
Maka, sontak pudar segala hangatku
Teriris koyak dingin Gunung Soya
Dan kini di luar tapal batas sajadah
Airmataku telah, tak kuasa tumpah
Ooh . . . . . Engkau Maha Agung
Betapa ini fana pada diriku
Masih jua menekuk telikung
Jalan-jalan setapak filsafatku
Ooh . . . . .
Engkau Yang Maha Agung
Biarkan kini aku seutuhnya fana
Dalam genggam jari-jemari-Mu
(Ramadhan, 2013)
ANWARI WMK