Sabtu, 30 Juli 2011

Puisi "LANGIT RAMADHAN" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

LANGIT RAMADHAN

Di bawah naungan
Langit malam
Ia bersenandung ihwal
Menggait bintang
Jatuhlah rembulan
Penggaitnya janur kuning

Sembari menatap
Langit malam
Bertabur bintang
Ia tersenyum dan lantas
Berkata-kata:

"Wahai langit malam
Kembali kunyanyikan lagu
Menggait bintang
Jatuhlah rembulan.
Lagu masa kecilku
Bersama ibu
Di kampung halaman
Nan permai.
Saat hendak bersua
Ramadhan
Lagu itu
Dulu kunyanyikan"

Di bawah langit megapolitan
Ia lalu menerawang
Betapa damai
Kampung halamannya itu
Sebab,
Setiap orang berbagi
Ceria dan senyuman
Demi menyambut
Ramadhan datang

Ia pun kembali
Bersenandung:

"Menggait bintang
Jatuhlah rembulan
Penggaitnya janur kuning
Kekasih hilang makin jauh
Jauhnya ke alun-alun.
Menggait bintang
Jatuhlah rembulan
Penggaitnya janur kuning"

2011

Rabu, 27 Juli 2011

Puisi "TAKDIR CINTA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

TAKDIR CINTA

Suatu waktu pada
Pertengahan tahun 60-an
Terhadap Heldy Djafar
Soekarno berkata:

"Dik, kau tahu,
kau tidak pernah
mencari aku.
Aku juga
tidak mencari kau.
Tapi Allah sudah
mempertemukan kita."

Perempuan belia
Usia 18 tahun itu
Lantas diperisteri
Soekarno
Dengan romansa cinta
Tiada tara
Bahkan ia isteri terakhir
Soekarno
Tatkala politik
Dalam gengam jemari
Soekarno
Tersuruk kuasa senjakala
Hingga segenap
Perjalanan sejarah
Soekarno
Berakhir di tonggak
Kematian

Tapi hingga kini
Heldy Djafar
Masih menyimpan
Memori keindahan cinta
Bersama Soekarno

Oh takdir cinta
Oh takdir cinta

2011

Selasa, 26 Juli 2011

Puisi "NUBUAH" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

NUBUAH

Di hadapan seorang bocah
Kakek itu membaca puisi
Tentang Tuhan maha pengasih
Hingga kemudian tertitah takdir
Mencipta alam dan manusia

Bocah itu tersenyum
Dan lantas berucap kata:
"Kakek, aku sekarang paham
Keindahan puisi"

Dengan sorot mata berbinar
Sang kakek pun menjawab:
"Kelak saat zaman penuh muskil
Engkau bekerja serupa penyair
Menyapa jiwa-jiwa insan
Melalui keindahan kata-kata"

Empat puluh tahun kemudian
Bocah itu berdiri di tubir pusara
Membaca sekerat puisi:

"Kakek, engkau telah bernubuah
Tentang diriku bergumul zaman
Bersama tangan yang
Terus gemetar
Menulis berbait-bait puisi.
Kakek, akan terus kupahat puisi
Sebagai monumen cinta
Kepada semesta kehidupan
Terus akan kupahat puisi
Hingga terpancar semburat
Selaksa keindahan makna"

Belum jua tuntas bersyair
Pemahat puisi itu
Tumpah airmatanya
Membasahi hamparan pusara
Sang kakek tercinta
Terbaring abadi dalam damai

Kini,
Kelopak-kelopak bunga cempaka
Di pekuburan itu
Telah sepenuhnya paham
Betapa sang pemahat puisi
Sudah berjalan jauh
Menerobos belantara kata-kata
Persis seperti,
Nubuah kakeknya.

Jelang Ramadhan 2011

Minggu, 24 Juli 2011

Puisi "SELENDANG SUTERA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

SELENDANG SUTERA

Kemarin lalu
Pohon-pohon masih
Memberi salam
Kepada perempuan
Berselendang sutera
Saat gegas berburu waktu
Melintasi bayang barisan pohon

Dan di antara barisan pohon
Menggelantung catatan
Ihwal aroma parfum
Perempuan berselendang sutera
"Parfum itu datang dari surga,"
Ucap sebatang pohon
"Parfum itu hadiah dari
Para bidadari,"
Kata pohon yang lain

Tapi mulai ini hari
Perempuan itu takkan lagi
Melintasi jalanan membentang
Di bawah naungan
Bayangan pohon

Seperti kata burung nuri
Perempuan itu sendiri
Telah berubah wujud
Menjadi bidadari
Tak lagi menjejak bumi
Terbang di antara pelangi
Saat mentari merajut perjumpan
Bersama jutaan titik
Air hujan

Tapi perempuan itu masih
Berselendang sutera
Sebab seperti kata burung nuri
Selendang sutera itu pemberian
Seorang pujangga
Tiada henti menyulam
Kalimat dan kata-kata
Tersebab perempuan itu

Wahai bidadari berselendang
Sutera
Abadilah engkau sebagai
Cahaya ilham sang pujangga
Abadilah. Abadilah.

Jakarta, Juli 2011

Sabtu, 23 Juli 2011

Catatan Kebudayaan | Nomor 4, Tahun 2011 | "Personalitas Politik Anas Urbaningrum"

PERSONALITAS POLITIK ANAS URBANINGRUM

Oleh
Anwari WMK

Pada akhirnya, personalitas politik Anas Urbaningrum tercoreng-moreng. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, personalitas politik Anas sudah demikian remuk redam, kehilangan bentuk. Adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin yang membuat personalitas politik Anas tercoreng-moreng. Sehingga, episode selanjutnya dari keberadaan Anas di belantika politik nasional ikut ditentukan oleh penyingkapan Nazaruddin terhadap sisi buruk Anas dalam hubungannya dengan Partai Demokrat.

Jauh sebelum mencuat kisruh dalam tubuh Partai Demokrat, Anas dikenal sebagai politikus muda yang santun. Terekspresikan dengan sangat jelas, ia bukan tipikal aktor politik dengan tendensi bicara meledak-ledak. Ia tampak rapi berucap kata saat berargumentasi di ruang publik. Anas bahkan terkesan dingin saat merespons secara verbal persoalan-persoalan politik di tingkat nasional.

Personalitas politik yang tergambarkan sedemikian rupa piawai itu, kini justru bergeser menuju pendulum yang buruk. Melalui wawancara di Metro TV pada 19 Juli 2011 Nazaruddin berbicara tentang posisi Anas sebagai otak besar di balik seluruh kisruh yang terjadi dalam tubuh Partai Demokrat kini. Anas dieksplisitkan sebagai perancang skenario agar rantai korupsi yang melibatkan elite-elite Partai Demokrat berhenti cukup di Nazaruddin saja pengusutannya. Atas dasar skenario itu pula Anas meminta Nazaruddin menyingkir sementara waktu ke luar negeri hingga tiga tahun kemudian, saat publik mulai melupakannya.

Dentuman kata-kata yang dikemukakan Nazarudin melalui wawancara Metro TV itu, bisa dengan sangat mudah dibantah oleh pihak Anas. Tetapi sulit dielakkan, bahwa setiap ucap kata yang menghablur ke ruang publik memiliki arkeologinya tersendiri. Apalagi, jika ucap kata yang menghablur ke ruang publik itu dicermati banyak orang dan dikomentari kalangan pengamat. Personalitas politik sang Ketua Umum Partai Demokrat sungguh coreng-moreng karenanya.

Kisruh dalam tubuh Partai Demokrat sejauh ini terkait erat dengan posisi Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang. Nazaruddin lalu membeberkan posisi sejumlah elite Partai Demokrat yang turut kecipratan korupsi proyek tersebut. Dan sebagaimana kemudian mencuat di media massa, elite-elite Partai Demokrat menyangkal fakta korupsi yang dibeberkan Nazaruddin itu. Masalahnya, pernyataan dan penyangkalan secara telak meruntuhnya citra Partai Demokrat.

Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, sesungguhnya Anas kini berada dalam satu titik pertaruhan yang tak sederhana. Seperti umumnya elite Partai Demokrat, ia bisa menggunakan segala macam argumentasi penyangkalan terhadap semua cerita buruk versi Nazaruddin. Tetapi berbeda dari elite Partai Demokrat yang lain, Anas kini tengah tercabik integritas pribadinya. Nazaruddin justru mengonfirmasi, bahwa Anas pun merupakan sosok politikus yang turut pula berlepotan suap dan korupsi.

Ketika pada 2010 memenangi pertarungan merebut posisi Ketua Umum dalam konggres Partai Demokrat di Bandung, Anas ditengarai sebagai tokoh muda fenomenal. Kegagalan tokoh-tokoh muda sebelumnya mencalonkan diri sebagai presiden (Rizal Malarangeng), merebut pucuk kepemimpinan Golkar (Yuddy Chrisnandi), merebut pucuk kepemimpinan NU (Ulil Abshar-Abdalla), telah mencetuskan pesimisme terhadap posisi kaum muda dalam kancah kepemimpinan nasional pasca-Orde Baru.

Melalui kemenangannya merebut posisi Ketua Umum Partai Demokrat, tak pelak lagi, Anas dipersepsi banyak orang sebagai figur yang mampu membuka lanskap kepemimpinan politik kaum muda pada kurun waktu pasca-Orde Baru. Anas lalu tampil sebagai ikon berkenaan dengan adanya bobot tertentu kaum muda untuk turut serta mengendalikan kepempimpinan, bahkan kepemimpinan partai politik terbesar hasil Pemilu 2009. Maka, Anas mengukuhkan sebuah personalitas politik yang sepenuhnya mengekspresikan relevansi kehadiran kaum muda dalam kepemimpinan politik kontemporer di Indonesia.

Tetapi bombardir kata-kata M. Nazaruddin di media massa telah memporak-poranda personalitas Anas Urbaningrum. Bersuara dari negara lain melalui medium komunikasi dan penyiaran, Nazaruddin membeberkan ke hadapan publik Indonesia sisi kelam personalitas Anas Urbaningrum. Dalam diri seorang Anas ternyata tidak termaktub otentisitas kejujuran melalui purifikasi diri dari dana-dana suap dan korupsi. Ucap kata penuh sopan santun, bukanlah refleksi sesungguhnya terbebaskannya Anas Urbaningrum dari dana-dana haram hasil suap dan korupsi.

Apa lalu yang penting digarisbawahi dari sosok Anas Urbaningrum yang ternyata tidak steril dari dana-dana suap dan korupsi? Bagaimana pula memahami pembeberan fakta oleh Nazaruddin bahwa Anas menggelontorkan uang hingga US$ 20 juta [dari hasil suap dan korupsi] untuk menguasai tampuk kepemimpinan Partai Demokrat?

Diakui atau tidak, kaum muda masih tergagap-gagap saat diharapkan mampu mengonstruksi suatu model kepemimpinan politik yang sepenuhnya steril dari suap dan korupsi. Dengan personalitas politiknya yang semula tampak anggun, Anas Urbaningrum toh sama saja dengan para seniornya pada kancah kepemimpinan politik nasional. Anas tidak cukup berkarakter untuk sungguh-sungguh meneguhkan dirinya sebagai pemimpin politik yang bukan saja muncul dari keharibaan kaum muda, tapi sekaligus bebas suap dan korupsi.

Tak pelak lagi, personalitas politik semacam ini justru kian mengentalkan pesimisme publik terhadap makna kepemimpinan kaum muda dalam kancah politik Indonesia kontemporer untuk sepenuhnya mengamputasi karma suap dan korupsi. Memang, masih terbersit harap di benak publik agar segera hadir pemimpin politik yang sungguh-sungguh jujur dan berintegritas dari kalangan kaum muda. Tapi sang pemimpin yang didamba itu, belum tersedia untuk saat ini. Belum.[]

Artikel ini dimuat di harian Media Indonesia, 22 Juli 2011, hlm. 26.

Selasa, 19 Juli 2011

Puisi "DURI MAWAR MERAH" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

DURI MAWAR MERAH

Seorang lelaki terkapar
setelah tertusuk duri
bunga mawar merah
pada suatu senja
yang jingga
saat tanah
rekah menganga
terlumatkan musim
sepenuhnya kemarau

Kawanan elang
terbang rendah
demi menatap
duka bergemuruh
pada batin
lelaki tertusuk
duri mawar merah.

Dan inilah kesaksian
kawanan elang:

Bunga mawar itu,
ternyata,
prasasti untuk
keabadian cinta
bunga mawar itu,
ternyata,
ditanam oleh
seorang Putri Kedaton.

Ooh Tuan Putri,
lelaki itu terkapar
menetes darah
terancap nyeri,
tergores perih

Ooh .......

Juli 2011

Senin, 18 Juli 2011

Ciganjur School for Philosophy | Anotasi, 19 Juli 2011

CIGANJUR SCHOOL FOR PHILOSOPHY
Anotasi, Selasa, 19 Juli 2011

DEMOKRASI TANPA SUKMA KERAKYATAN
>>> Keuangan Negara Terbebani - Banyak Lembaga Tidak Efektif (Kompas, 19 Juli 2011: 1 & 15).
>>> Perimbangan Keuangan - Daerah Cenderung Memperbesar Belanja Pegawai (Kompas, 19 Juli 2011: 19).
>>> Pembahasan Berlanjut - Pemerintah Memilih Membahas RUU BPJS dengan Cermat (Kompas, 19 Juli 2011: 17).
>>> RUU Rumah Susun - Badan Pelaksana Rumah Susun Buntu (Kompas, 19 Juli 2011: 28).

MENYOAL POLITIK ENERGI
>>> Kebijakan - Antrean Masih Tetap Berlanjut (Kompas, 19 Juli 2011: 1 & 15).
>>> Distribusi - Antrean BBM, Rugi Waktu Rugi Harta (Kompas, 19 Juli 2011: 1 & 15).

TATA KELOLA TAMAN NASIONAL
>>> Taman Nasional - Pagar Berlistrik Berpotensi Memicu Masalah Baru (Kompas, 19 Juli 2011: 1).
>>> Taman Nasional Ujung Kulon - Zona Inti Sudah Diubah (Kompas, 19 Juli 2011: 13).

BASIS DAYA SAING BANGSA
>>> Tanamkan Toleransi Sejak Dini - Ajak Siswa untuk Berperilaku Adil dan Menghormati Sesama Anak (Kompas, 19 Juli 2011: 2).
>>> Riset - 22 Program Utama untuk Tingkatkan Daya Saing (Kompas, 19 Juli 2011: 12).
Pelatihan - Berdayakan Pemuda Jadi Teknopreneur (Kompas, 19 Juli 2011: 12).

PERUSAHAAN ASING DAN KEMAKMURAN RAKYAT
>>> Prioritaskan Soal Pajak - KPK Desak Direktorat Jenderal Pajak Menagih (Kompas, 19 Juli 2011: 19).

GURU TANPA KOMPETENSI
>>> Tajuk Rencana - Benahi Birokrasi Pendidikan (Kompas, 19 Juli 2011: 6).
>>> 873.650 Guru Tak Cocok - Tempatkan Guru Sesuai Kebutuhan (Kompas, 19 Juli 2011: 12).

REFORMASI TANPA FILOSOFI
>>> Tajuk Rencana - Reformasi Mesir Tak Menentu (Kompas, 19 Juli 2011: 7).

ILUSI KOMUNITAS ASEAN
>>> Komunitas ASEAN - Indonesia Bisa Kembali Berperan (Kompas, 19 Juli 2011: 9).

KEPAHLAWANAN ABAD XXI
>>> Pahlawan Kemerdekaan Myanmar - Pemerintah Mengenang Aung San (Kompas, 19 Juli 2011: 11).

PUASA DAN LONJAKAN HARGA
>>> Harga Bahan Pokok Mulai Naik - Ptesiden Minta Dilakukan Operasi Pasar (Kompas, 19 Juli 2011: 15).

POLITIK KETAHANAN PANGAN
>>> Pergulaan - Program Swasembada Gula Terkendala Lahan (Kompas, 19 Juli 2011: 18).
>>> Waspadai Pabrik Gula - Soekarwo: Bangun Kebun Terlebih Dahulu Baru Pabrik (Kompas, 19 Juli 2011: 21).

KEDAULATAN PUBLIK PENUMPANG
>>> Menhub: Ambil Harga Tengah - Tiket Mudik KA H-5 Sudah Habis, Cegah Percaloan Perlu Cek Nama di Tiket (Kompas, 19 Juli 2011: 26).

MORALITAS INFRASTRUKTUR
>>> Infrastruktur - Jalur Pantura Minim Lampu Penerangan Jalan (Kompas, 19 Juli 2011: 21).
>>> Pemerintah Bisa Digugat - Dinas Teknis Bisa Dipidana karena Lalai Memperbaiki Jalan (Kompas, 19 Juli 2011: 27).

Jakarta, 19 Juli 2011

Anwari WMK

Minggu, 17 Juli 2011

Puisi "GELAP" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

GELAP

Setiap gelap datang
Bersama perkasa kekaisaran malam
Lelaki itu pejamkan mata
Dan lalu lelap
Hingga binatang-binatang malam
Gagal membangunkannya

Dalam tidur itu
Ia merengkuh damai
Berjalan menelusuri taman
Menggandeng tangan bidadari
Terjelma dari gadis kecil
Ia kenal sejak remaja

Dalam tidur itu
Ia sepenuhnya hidup
Sesungguhnya hidup

Hanya saat gelap terusir terang
Ia membuka mata
Dan lalu memandang
Segala rupa dunia
Dengan keindahan makna
Hingga setiap pohon ia tanam
Berbuah sajak dan puisi

Juli 2011

Catatan Kebudayaan | Nomor 3, Tahun 2011 | "Universitas Neoliberalistik"

UNIVERSITAS NEOLIBERALISTIK

Oleh
Anwari WMK

Di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) muncul nomenklatur berkenaan dengan tanggung jawab finansial kalangan mahasiswa baru. Nomenklatur dimaksud adalah "Sumbangan Pengembangan Potensi Akademik". Dengan nomenklatur semacam ini seakan muncul hal positif. Bahwa setiap mahasiswa diperlakukan memiliki potensi akademik. UGM sebagai institusi pendidikan tinggi lalu mengemban tugas mengukuhkan potensi akademik tersebut melaui beragam proses perkuliahan. Sehingga setiap mahasiswa diskenariokan sedemikian rupa tertransformasi menjadi sosok mumpuni sesuai dengan disiplin ilmu yang dipilih. Atas dasar itu, UGM mendapatkan pembayaran dari kalangan mahasiswa baru. Inilah sebuah model pembayaran yang manakala ditilik sepintas lalu tampak elegan.

Tetapi manakala dicermati dengan sungguh-sungguh, UGM sebenarnya tengah merajut suatu model relasi bercorak neoliberalistik. Publik dalam maknanya sebagai mahasiswa baru dikondisikan menjadi tumbal pengorbanan yang tak terelakkan dari terbentuknya relasi berorientasi neoliberalistik. Atas dasar itu pula, UGM pun turut bermetamorfosis menjadi universitas negeri yang komersialistik. Mahasiswa baru ilmu-ilmu sosial, misalnya, dikenakan kewajiban membayar Sumbangan Pengembangan Potensi Akademik sebesar Rp 20.000.000 hingga Rp 50.000.000. Bahkan, Sumbangan Pengembangan Potensi Akademik untuk mahasiswa baru kedokteran, hingga berada pada kisaran Rp 100.000.000 (Tempo Interaktif, 15 Juli 2011).

Memang, dibandingkan Universitas Indonesia (UI) atau Universitas Diponegoro (Undip), UGM tidak terlampau mahal menetapkan Sumbangan Pengembangan Potensi Akademik. Mahasiswa baru Fakultas Kedokteran di UI diharuskan membayar hingga di atas Rp 500.000.000. Sementara, mahasiswa baru kedokteran di Undip membayar hingga Rp 300.000.0000. Dengan demikian, semuanya menetapkan volume pembayaran jauh melampaui ketetapan yang diberlakukan UGM. Tetapi UGM merupakan referensi untuk melihat gradasi atau derajat kemerosotan universitas-universitas negeri ke dalam kubangan neoliberalistik. Jika UGM saja telah terperosok ke dalam kubangan neoliberalistik, apatah lagi universitas negeri terkemuka lainnya.

Orientasi neoliberalistik yang dimaksudkan dalam tulisan ini berhubungan erat dengan dua dimensi penting, yaitu modal kultural dan modal sosial yang melekat pada totalitas eksistensi universitas-universitas negeri. Modal kultural adalah seluruh potensi intelektual yang inherent ke dalam orang per orang kalangan mahasiswa diri berbagai macam latar belakang. Sedangkankan modal sosial adalah segenap pengalaman universitas negeri dalam hal memperkuat cadangan ilmu. Baik pengembangan modal kultural maupun pengembangan modal sosial mempersyaratkan diberlakukannya pendekatan-pendekatan humanistik yang steril dari desakan-desakan komersialistik. Manifestasi paling kongkret dari pendekatan humanistik itu ialah masyarakat memikul biaya rendah saat mengenyam pendidikan di universitas-universitas negeri.

Orientasi neoliberalistik yang kini bergulir kencang di universitas-universitas negeri memunculkan banyak persoalan.

Pertama, terjadi keruntuhan modal kultural di universitas-universitas negeri oleh tak terakomodasinya anak-anak pandai dari kalangan keluarga miskin. Padahal, anak-anak pandai dari kalangan keluarga miskin telah meninggalkan jejak elan vital kerja keras berkenaan dengan proses penguasaan ilmu. Cadangan ilmu yang makin akumulatif di universitas-universitas negeri selama ini tak dapat dilepaskan dari "arkeologi" kerja keras mahasiswa-mahasiswa miskin dalam pergumulan menguasai ilmu. Jika ternyata semakin berorientasi neoliberalistik, maka universitas-universitas negeri akan kehilangan modal kulturalnya.

Kedua, orientasi neoliberalistik hanya menjadikan universitas-universitas negeri komersialistik dalam pengertiaannya yang absurd. Sebab, sepenuhnya terobsesi meraih uang dalam jumlah besar dari kalangan mahasiswa berlandaskan model pengerukan profit seperti halnya korporasi-korporasi bisnis. Pada akhirnya, universitas-universitas negeri bergeser menjadi semacam trading house yang mengetalasekan puspa ragam ilmu pengetahuan untuk sekadar diperjual belikan layaknya komoditas. Univetsitas-universitas negeri lalu menjadi supermarket yang memperdagangkan segala macam ilmu.

Ketiga, substansi keilmuan yang tercakup dalam proses pembelajaran di universitas-universitas negeri kehilangan misi profetiknya dan punah dimensi otentisitasnya. Mengingat telah diturunkan derajatnya sekadar menjadi komoditas, maka ilmu pengetahuan kehilangan sukma emansipatorisnya. Ilmu pengetahuan lalu berhenti sebagai pedagogi untuk mendorong manusia menghargai manusia lain justru agar tercipta kebebasan dan kebahagiaan hakiki. Lantaran sedemikian jauh diberlakukan sebagai komoditas, maka ilmu pengetahuan bermetamorfosis menjadi alat pemukul bagi seseorang untuk meluluhlantakkan orang lain. Ilmu pengetahuan berubah menjadi killing machine.

Keempat, orientasi neoliberalistik menjerumuskan universitas negeri ke dalam titik nadir relasi dengan elemen-elemen kaum marginal pada bangsa ini. Bukan saja kian menjauh dari jangkauan kaum marginal, lebih dari itu universitas negeri kian teralienasi dari segenap spektrum yang melingkupi keberadaan kaum marginal. Melalui pelaksanaan tanggung jawab kemanusiaan, universitas negeri semestinya berfungsi sebagai wahana pemberdayaan untuk tujuan pokok mengikis segenap keadaan agar tak tercipta kelas sosial marginal. Ternyata, universitas negeri abai terhadap situasi pencetus terciptanya kaum marginal. Seakan abadi dalam nestapa, kaum marginal terus berada dalam situasi tanpa peluang mendapatkan akses masuk universitas negeri.

Masihkah akan terus berasyik masuk dengan orientasi neoliberalistik? Silahkan saja kalau memang itu opsinya. Tetapi, jika opsi tersebut yang dipilih maka penguatan struktur finansial universitas negeri semakin tak bersentuhan dengan kegiatan penelitian yang begitu terbuka dikerjasamakan dengan masyarakat industri. Ekonomi pendidikan dalam konteks universitas negeri lalu semakin menjauh dari peluang terbentuknya research university.[]

Jumat, 15 Juli 2011

Puisi "PURNAMA DATANG" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

PURNAMA DATANG

Bila purnama datang
Cahayanya kian menyingkap
Betapa puisi-puisi tertanam
Di halaman
Sungguh meneteskan airmata

Dulu
Saat perempuan bergaun
Putih-coklat
Bertanam puisi di halaman
Ia meminta semua puisi
Agar tumbuh bermekaran
Tanpa tetes airmata

Ternyata,
Bila purnama datang
Tersingkap disangatkan jelas
Puisi-puisi itu meneteskan
Airmata
Tanpa henti
Tanpa jedah

Pernah di suatu purnama
Seekor kelinci bertanya:
"Mengapa puisi mekar di halaman
Musti harus
Meneteskan airmata?"

Puisi-puisi lalu menjawab:
"Aku tak menangisi diriku sendiri
Aku menangisi perempuan
Bergaun putih-coklat.
Sebab ia sabar
Merawat rindu kepada lelaki
Sementara lelaki itu
Pemilik segenap puisi
Tiada pernah ia miliki"

Kelinci kini terpana
Tiada sadar
Turut pula meneteskan
Airmata

Surabaya, 16 Juli 2011

Puisi "SEKERAT DEMI SEKERAT" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

SEKERAT DEMI SEKERAT

Seekor burung terbang di atas
Bentangan sepotong Nusantara
Berteman hening sepi
Senandungkan lagu syukur

Pura dan dedaunan pohon
Bertukar senyum bersama burung
Dan di kejauhan sana
Langit masih mesra
Menciumi lautan

Lalu seekor kepiting di pantai
Berbagi kisah tentang
Malam-malam panjang
Bersama mimpi-mimpi buruk
Tentang Nusantara punah
Sekerat demi sekerat

Esok atau lusa
Burung itu masih akan
Terbang di atas bentangan
Sepotong Nusantara
Tapi bersama jiwa gundah
Membayang Nusantara punah
Sekerat demi sekerat

Sekerat demi sekerat

Jakarta, Juli 2011

Rabu, 13 Juli 2011

Catatan Kebudayaan | Nomor 2, Tahun 2011 | "Dekadensi Pemerintahan"

DEKADENSI PEMERINTAHAN

Oleh
Anwari WMK

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (13 Juli 2011) mengakui adanya suatu fakta yang secara kasat mata menggambarkan terjadinya dekadensi pemerintahan di Indonesia. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di 116 kabupaten/kota, belanja aparaturnya mencapai lebih 60%. Dengan demikian berarti, beban pengeluaran APBD untuk membayar aparatur daerah berada dalam outstanding lebih besar dibandingkan dengan anggaran pembangunan. Sebagai elemen penyerap anggaran, aparatur pemerintahan di daerah mengambil porsi paling besar dari APBD.

Konsekuensi logis yang secara langsung dirasakan sebagai problema ekonomi politik ialah tidak signifikannya APBD berperan sebagai instrumen terciptanya kesejahteraan rakyat. APBD malah hanya memperbesar pundi-pundi aparatur pemerintahan daerah. Kehendak untuk membebaskan rakyat dari belenggu kemiskinan berlandaskan kerangka kerja sistem fiskal lalu tak dapat disandarkan pada APBD. Bahkan APBD merupakan wujud kongkret dari terjadinya dekadensi pemerintahan di daerah.

Sebuah kesimpulan menyebutkan, terus bertambahmya jumlah pegawai di jajaran pemerintahan daerah merupakan sebab pokok timbulnya persoalan lebih besarnya belanja APBD untuk membayar aparatur ketimbang untuk mendukung program pembangunan. Tragisnya, besarnya jumlah pegawai tidak berbanding lurus dengan tingginya kinerja. Pegawai tanpa keahlian, miskin kompetensi serta tak memiliki keterampilan justru hadir memenuhi jejaring pemerintahan daerah.

Rakyat lalu merasakan, betapa jejaring pemerintahan di daerah merupakan sumber pokok timbulnya ketidakadilan. APBD bahkan berkembang menjadi faktor tercetusnya antagonisme antara rakyat dan pemerintahan di daerah. Apa yang kemudian mendesak dilakukan adalah reformulasi pemerintahan daerah. Otonomi dan desentralisasi pemerintahan yang berjalan sejak era pasca-Orde Baru harus ditinjau secara kritis. Selama rakyat tidak mendapatkan manfaat dari otonomi dan desentralisasi, maka selama itu pula otonomi dan desentralisasi dimengerti sebagai persoalan yang harus dipecahkan.

Agenda yang kemudian niscaya dilakukan adalah menciptakan dan lalu mengukuhkan kultur pelayanan pada keseluruhan jejaring pemerintahan daerah. Penanda paling fundamental dari adanya kultur pelayanan itu adalah lebih besarnya belanja modal ketimbang belanja rutin dalam totalitas APBD. Filosofi yang kemudian niscaya hadir mendasari agenda tersebut adalah menghapus tendensi yang hanya menjadikan jejaring pemerintahan daerah ranah yang sepenuhnya terdegradasikan sebagai lapangan kerja. Pemerintahan daerah mutlak diarahkan menjadi lapangan pengabdian untuk sepenuhnya melayani rakyat.[]

Jumat, 08 Juli 2011

Puisi "DUA SAHABAT" | Kara Anwari WMK

Puisi Kara
Anwari WMK

DUA SAHABAT

Dua sahabat menelusuri
jalan berlainan,
demi memburu hakikat makrifat.
Seorang bergerak ke arah barat,
seorang lagi ke arah timur.
Waktu lantas bertakik-takik,
dari hari ke minggu,
dari minggu ke bulan,
dari bulan ke tahun.

Pada musim kemarau ke-12,
mereka pulang kembali ke
kampung halaman,
dan lalu saling berbagi
kisah cerita.
Mereka saling membeber makna
ihwal hakikat makrifat,
hasil mengais dari
timur dan barat.

Dia
yang datang dari arah barat
berkata;
hakikat makrifat adalah kulminasi
pencapaian dari kesabaran
yang metodologis.
Kesabaran bukan kedunguan.
Kesabaran bersenyawa dengan
kecerdasan, kearifan, kebijaksanaan.

Dia
yang datang dari arah timur
berkata:
hakikat makrifat merupakan
muara dari keikhlasan otentik.
Keikhlasan untuk
sungai-sungai kehidupan,
agar mengalir air bening
kemanusian.
Keikhlasan yang bermula dari
besarnya kehendak
memberi pada kehidupan,
melampaui kehendak
mengambil dari kehidupan.

Dua sahabat itu lantas
membentangkan sujud untuk
sebuah syukur yang dihamparkan.

Juli 2011

Kamis, 07 Juli 2011

Catatan Kebudayaan | Nomor 1, Tahun 2011 | "Masa Depan PPP"

MASA DEPAN PPP

Oleh
Anwari WMK

Dalam Muktamar ke-7 di Bandung, Juli 2011, Suryadharma Ali kembali terpilih menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), untuk periode kepengurusan 2011-2016. Seperti diprediksi sebelumnya, Suryadharma Ali memenangkan pertarungan dan kembali berada di tampuk pimpinan PPP. Dengan realitas ini berarti, orientasi politik PPP untuk jangka waktu lima tahun ke depan takkan banyak bergeser jauh dari situasi dan perkembangan PPP selama kurun waktu lima tahun sebelumnya. Itulah mengapa, diskusi tentang masa depan PPP dapat mengambil titik tolak dari analisis terhadap keberadaan PPP selama jangka waktu lima tahun terakhir. Pada titik ini pula tak berlebihan manakala disimpulkan, bahwa lima tahun ke depan merupakan periode konservatif bagi PPP di bawah kepemimpinan Suryadharma Ali. Artinya, takkan terjadi terobosan politik yang bersifat spektakuler dari keberadaan PPP dalam orkestrasi kepemimpinan Suryadharma Ali.

Sebagai partai politik, PPP sesungguhnya memiliki faktor kesejarahan yang menarik untuk disimak secara saksama. Pada kelembagaan politik PPP termaktub arkeologi politik yang diwarnai oleh aura pergumulan kekuasaan dalam jangka panjang. Bersama Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), PPP lahir dan mengukuhkan eksistensinya pada kurun waktu kekuasaan Orde Baru. Tiga partai politik yang secara riil berfungsi sebagai pilar penopang kekuasaan Orde Baru sejak paruh pertama dekade 1970-an adalah Golkar, PPP dan PDI. Ketika rezim kekuasaan Orde Baru tumbang oleh gerakan reformasi nasional pada 1998, PPP masih tetap bertahan hidup sebagai kekuatan politik. Secara demikian, PPP merupakan partai politik lama di belantika kekuasaan Indonesia kontemporer.

Selama kurun waktu Orde Baru, PPP diskenariokan sedemikian rupa menjadi partai politik yang berfungsi penampung aspirasi umat Islam di Indonesia. Sekali pun diharuskan berazas Pancasila sejak medio 1980-an, ternyata PPP mendedahkan dirinya [dan mendapatkan restu dari rezim kekuasaan Orde Baru] untuk tampil sebagai satu-satunya partai politik Islam. Sangat bisa dimengerti jika kelahiran PPP pada tahun 1973 berlatar-belakang fusi partai-partai Islam ke dalam partai tunggal yang kemudian berlambang Ka'bah. Kelahiran PPP tak dapat dilepaskan dari korporatisme rezim kekusaan Orde Baru hingga kemudian bersinggungan secara langsung dengan rekayasa politik menuju terjadinya penciutan jumlah partai politik Islam. Mengacu pada pandangan tentang bahaya polarisasi politik yang pada giliran selanjutnya diasumsikan mengganggu proses pembangunan ekonomi nasional, maka rezim kekuasaan Orde Baru hanya membolehkan adanya satu partai politik Islam. Di situlah lalu PPP mendapatkan momentum untuk lahir dan mempertahankan eksistensinya, bahkan hingga dewasa ini.

Tetapi selama perjalanan historisnya sebagai partai Islam, PPP berada dalam situasi krusial. Hubungan antara PPP dan aspirasi Islam merupakan hubungan yang cair, bahkan cenderung pragmatis dan tidak berpijak pada fundamen ideologis yang clear and distinct. Islam dalam perspektif PPP tidak melahirkan kesadaran emansipatoris pada keseluruhan kerja-kerja politik. PPP pun tidak memiliki spirit dan mekanisme untuk merefleksikan secara kritis segenap kepelikan umat Islam dalam menjalani kehidupan yang senantiasa berhadapan dengan negara. Sejalan dengan tradisi politik yang dijalankan, PPP hanya memahami umat Islam semata dalam pengertian statistik demografis, bukan umat Islam yang tercabik eksistensinya dan lantaran itu harus diselamatkan melalui kerja-kerja polilk. Umat Islam dalam perspektif PPP adalah penduduk beragama Islam yang memiliki hak suara dalam pemilihan umum. Apakah umat Islam sebagai konstituen itu diperhadapkan pada tantangan hidup berdimensi struktural, tidaklah penting bagi PPP.

Tradisi politik itulah yang dapat menjelaskan, mengapa saat Orde Baru tumbang dan berdampak serius pada munculnya partai-partai politik baru berlabel Islam, pelan tapi pasti PPP mulai ditinggal pemilihnya. Dengan tradisi politik semacam itu pula, PPP merupakan partai politik berumur tua tetapi tak memiliki figur ideolog yang berwibawa dan sekaligus otoritatif mengarahkan perjalanan PPP ke depan berdasarkan kerangka ideologis pembelaan terhadap kaum tertindas. PPP juga mengembangkan tradisi politik merangkul kiai dari kalangan pesantren. Tetapi, tidak ada visi transformatif dengan mengedepankan peran kiai sebagai agen perubahan sosial. Kalangan kiai dirangkul oleh PPP semata dalam kedudukannya sebagai vote gatter. Peran sosiologis kiai direduksi sekadar sebagai penggiring umat agar mencoblos PPP saat berlangsung perhelatan lima tahunan Pemilihan Umum.

Pada era kepemimpinan Suryadharma Ali dalam kurun waktu lima tahun terakhir, PPP tidak beranjak jauh dari establishment tadisi politik sebagaimana digambarkan di atas. PPP Tidak memiliki corak responsi yang relevan dengan keniscayaan transformasi sosio-kultural kehidupan umat Islam Indonesia [dengan institusi partai politik sebagai pengawalnya]. Keterbelakangan dan ketertinggalan umat Islam dalam berbagai sektor kehidupan tidak mendapatkan penanganan secara memadai dari institusi politik PPP. Padahal, ketika sejak lima tahun lalu Suryadharma Ali tampil mengendalikan pucuk pimpinan PPP, sesungguhnya telah hadir serangkaian model tata kelola kemasyarakatan Islam yang berwatak terbuka dan fleksibel untuk melakukan terobosan. Dengan ditopang oleh lompatan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi, sistem kemasyarakatan Islam bukan saja terbuka menerima ide-ide kemajuan, tetapi juga siap berperan sebagai domain berlangsungnya inovasi sosial. Peluang emas ini diterbengkalaikan oleh PPP selama lima tahun terakhir ini.

Apa yang lalu penting dikatakan dalam konteks masa depan PPP, terkait dengan empat hal.

Pertama, PPP akan membangkitkan memorabilia kiai dalam politik. Suryadharma Ali bakal kian mengukuhkan setting PPP sebagai rumah besar bagi kalangan kiai. Diaspora kiai ke berbagai partai politik Islam yang terjadi sejak munculnya sistem politik multipartai pada era pasca Orde Baru, akan diupayakan sedemikian rupa memasuki fase titik balik melalui pengkondisian PPP sebagai rumah besar bagi kalangan kiai. Sungguh pun demikian, kiai akan tetap dikotakkan ke dalam banalitas peran politik, yaitu semata didudukkan sebagai vote gater. PPP takkan mengawal terjadinya perubahan secara fundamental peran sosiologis kiai menjadi agen perubahan sosial. Dengan demikian berarti, tetap tak ada garansi bahwa kehidupan umat Islam akan menjadi lebih baik di bawah panji-panji perpolitikan PPP dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Kedua, klaim PPP sebagai representasi Islam di Indonesia masih akan terdedahkan ke atas permukaan semata sebagai gelembung-gelembung retorika tanpa makna. Hingga kini PPP belum memiliki kapasitas yang memadai untuk mengobyektivikasi secara jernih problema-problema mendasar yang dihadapi umat Islam. Ketiadaan kapasitas inilah yang tak memungkinkan PPP mampu menditeksi secara cepat mana dari tumpukan masalah yang dihadapi umat Islam berdimensi struktural lantaran berasal muasal dari salah kelola negara. Kerja-kerja politik PPP untuk lima tahun ke depan masih belum memungkinkan terciptanya solusi masalah secara konkret. Umat Islam masih akan dihantam oleh masalah kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan, sekali pun PPP tak pernah surut dari klaim sebagai saluran aspirasi umat Islam.

Ketiga, PPP ternyata rentan untuk terseret masuk ke dalam rezim kekuasaan neoliberalistik. Terakomodasinya kader-kader PPP ke dalam rezim kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan fakta yang terang benderang betapa PPP begitu mudahnya terseret ke dalam pusaran neoliberalisme. Tak dapat dibantah, rezim kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bercorak neoliberalistik. PPP semestinya menegasikan keberadaan rezim kekuasaan neoliberalistik, sebab rezim kekuasaan semacam itu merupakan mesin yang terus-menerus mereproduksi ketidak-adilan oleh terlampau besarnya keberpihakan kepada perekonomian pasar bebas. Berkaca pada kenyataan ini, maka tak berlebihan manakala disimpulkan bahwa ke depan PPP sangat mudah diringkus secara politis menjadi pilar menyokong rezim kekuasaan neoliberalistik. Dengan kata lain, PPP potensial masuk ke dalam pusaran rezim kekuasaan antikerakyatan. Sebagai partai Islam, PPP membeku sebagai ironi dan paradoks.

Keempat, PPP akan menapaki perjalanan lima tahun ke depan sebagai partai pragmatis namun tampil dengan wajah Islam. Perpolitikan PPP ke depan takkan membawa otentisitas perjuangan dan pengorbanan demi terwujudnya kesehteraan umat. Seperti partai politik yang lain, PPP merupakan tempat bersemayam para pemburu kekuasaan yang kosong dari kepedulian terhadap amanat penderitaan rakyat. PPP sama pragmatisnya dengan partai-partai sekuler.

Demikianlah panorama PPP di masa depan. Panorama yang sesungguhnya menyedihkan.[]

Selasa, 05 Juli 2011

Puisi "BULAN SABIT LARA" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

BULAN SABIT LARA

Bulan sabit menggelantung kaku
Di langit malam
Bersama dingin angin pelan bertiup
Seorang gadis remaja lara hatinya
Bersama rambutnya terhempas urai
Bersentuh bahu

Burung malam terbang bersama
Kepak sayap penuh tanya
Apakah gadis itu yang telah
Dimuktabarkan angin sebagai
Sekuntum kembang dalam lara takdir
Kasih tak sampai

Gadis itu kini paruh baya
Ibu empat orang anak
Tapi ia masih
Bersama lara takdir
Kasih tak sampai

Lalu malam ini
Serupa berpuluh tahun lampau
Bulan sabit menggelantung kaku
Di langit malam
Bersama dingin angin pelan bertiup

Pada diri prempuan itu pun
Kembali runtuh airmata

Juli 2011

Senin, 04 Juli 2011

Puisi "PESAN LEWAT PELANGI" | Karya Anwari WMK

Puisi Karya
Anwari WMK

PESAN LEWAT PELANGI

Manusia berjubah putih
Berdiri di punggung bukit
Tangan kirinya menggenggam
Sekuntum mawar merah
Sebab ia paham,
Sebentar lagi pelangi datang
Bersama angin penghabisan

Saat pelangi benar-benar datang
Sang pejubah putih kepalkan
Tangan kanannya menohok
Ketinggian ruang udara bebas
Ia pun lantang berkata-kata:

"Wahai pelangi,
Terima kasihku tiada terkira
Telah kau relakan dirimu
Bertahun-tahun
Membawa pesan cintaku
Kepada Sang Penguasa Waktu
Wahai pelangi,
Sekarang kembali sampaikan
Telah terwujud rumah persaudaraan
Untuk berteduh para pendamba
Kesejatian cinta"

Mendengar suara berkumandang
Dari punggung bukit,
Pelangi kian menampakkan
Rona keindahan penuh pesona
Burung-burung turut takjub
Mencerna kemolekan langit
Tergores keindahan pelangi

Dan dia sang pejubah putih
Di punggung bukit itu
Kembali berkata-kata:

"Wahai pelangi,
Hanya mawar merah
Untuk Sang Penguasa Waktu
Bawalah mawar merah ini
Sampaikanlah kepadanya,
Jangan pernah redupkan
Cahaya-cahaya cinta"

Pelangi lalu tersenyum, bahagia
Sebab pada ketidakabadian
Hidup dunia
Masih tersisa manusia,
Ikhlas berkhikmat kepada
Cahaya-cahaya cinta.
Pelangi kini pulang dalam damai
Menuju hamparan tak bertepi
Kerajaan langit.

Kediri, Juli 2011

Jumat, 01 Juli 2011

Puisi "ANYELIR ASPARAGA" | Karya Anwari

Puisi Karya
Anwari WMK

ANYELIR ASPARAGA

Di persimpangan jalan
Seorang lelaki terpaku berdiri
Menatap senja berselimut kelabu

Jalan lurus ke arah barat
Tumbuh pohon-pohon bunga anyelir
Jalan membentang selatan-utara
Tegak batang-batang bunga asparaga
Lelaki itu, di persimpangan jalan itu
Jiwanya tersentak berbagi rindu
Antara anyelir dan asparaga

Lelaki itu pun lantas menertawakan
Dirinya sendiri
Saat terkenang kembali masa lalu
Bergelut kegagapan
Tak mampu memilih antara
Anyelir atau asparaga

Sembari menatap senja
Di persimpangan jalan
Kini, lelaki itu merasa
Tuhan menyendir masa lalu cinta
Penuh kebimbangan antara
Anyelir atau asparaga

Pare, Juli 2011